QUO VADIS POLITIK PERTI
Oleh: Mh Sholihin
PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) didirikan oleh H Sirajuddin Abbas pada Tahun 60-an, yang didorong oleh pradigma H. Sirajuddin Abbas bahwa agama harus ikut andil dalam gerakan politik, sebab agama akan mapan jika dilegitimed oleh Negara. Pemikiran H. Sirajuddin Abbas ini diterima dan kemudian Syekh Sulaiman Ar-Rasuly merestui berdirinya PERTI sebagai wadah aspirasi politik warga Tarbiyah Islamiyah.
Prestasi tertinggi yang pernah diraih oileh PERTI dalam perjalanan politiknya ialah duduknya H Sirajuddin Abbas sebagai menteri agama pada masa pemerintahan Soekarno, namun seiring waktu libido politik tokoh-tokoh PERTI tidak terkendali dan klimaksnya terjadinya perebutan kekuasaan didalam tubuh PERTI, sehingga PERTI secara perlahan-lahan mulai premature. Hal ini disebabkan libido politik terlalu besar sedangkan Desire Of Unity sangat kecil. Prilaku tokoh-tokoh PERTI ini menyayat hati ulama-ulama tua termasuk didalamnya Syekh Sulaiman Ar-Rasuly. Tidak lama berselang setelah terjadinya kekacauan di tubuh PERTI Syekh Sulaiman Ar-Rasuly menyerukan untuk kembali kekhittah “ bergerak dan menguatkan gerakan dibidang dakwah, pendidikan dan social�.
Dengan keluarnya dekrite ini sejarah Tarbiyah Islamiyah berwajah baru, dan dalam aspirasi politiknya terpecah dua kutub, pertama. Kutub yang memberikan suaranya pad partai golkar dan satu lagi kepada PPP. Cahaya Tarbiyah islamiyah mulai redup apalagi setelah ulama-ulama tua yang mendirikan Tarbiyah Islamiyah mulai meninggal satu persatu, dan gerakan Tarbiyah Islamiyah kehilangan inspirasi dan spirite.
Sejarah PERTI secara aktualnya tidak terlepas dari sejarah politik praktis, yang selalu bersembunyi dibalik kebesaran nama Tarbiyah Islamiyah, untuk menduduki jabatan-jabatan structural, lacur memang prilaku PERTI yang selalu menjual nama bahkan memamfaatkan jamaah Tarbiyah Islamiyah untuk kepentingan politik.
Kalau diamati lebih dalam tindakan-tindakan yang dilakukan oleh PERTI dapat digolongkan sebagai simbolisasi politik, dimana PERTI menjadikan nama besar Tarbiyah Islamiyah untuk menarik simpati dan empati dari warga Tarbiyah Islamiyah, hakikinya dibalik simbolisasi politik ini terselubung scenario rekayasa yang besar, sehingga warga Tarbiyah Islamiyah hanya dijadikan Tebu “ habis manis sepah dibuang’.
Baru-baru ini kita melihat dan menyaksikan bagaimana PERTI kembali merebut symbol besar bagi Tarbiyah Islamiyah, yaitu Madrasah Tarbiyah Islamiyah Candung dan melakukan pelantikan dan musyawarah di Candung, kalau kita analisis dengan persfektife politik hal ini dilakukan tidak lain untuk merebut otoritas symbol dari Tarbiyah Islamiyah itu sendiri. Di samping itu ironis memang ketika pihak sekolah merespon trik PERTI tanpa terlebih dahulu merunut sejarah PERTI apakah masih mempunyai kekuatan konstitusi untuk didukung sebagai organisasi setelah keluarnya dekrit Inyiak Candung.
memang pada dasarnya hubungan antara politikus dan isntitusi pendidikan bersipat mutualisme simbiosis, yang kerjasamanya diikat oleh saling menguntungkan dan saling berbagi manfaat, politikus memberikan uang dan institusi pendidikan siap mengkondisikan massa untuk sang politikus. Hal inilah yang terjadi antara PERTI dan MTI Candung sekarang, sampai kapan MTI Candung akan melacurkan diri pada politikus-politikus kambuhan yang selalu memakai topeng primodialisme untuk mengelabui warga Tarbiyah Islamiyah.
Selayaknya para kaum tua dan pihak yang memengang otoritas di MTI Candung yang bertangung jawab atas kelansungan detak jantung Tarbiyah Islamiyah berangkat dari asumsi bahwa hubungan yang dibangun oleh PERTI dengan MTI Candung berdasarkan hubungan yang politis oriented, dan idealnya asumsi ini menjadi pengada bagi kaum tua untuk kembali mengusir politikus-politikus kambuhan agar jangan selalu mengerogoti tubuh dan mesin-mesin yang mengerakan Tarbiyah Islamiyah.
Jika PERTI yang baru sekarang masih berkutat dengan Political Interest maka barang tentu warga Tarbiyah Islamiyah akan dilacurkan untuk merebut kursi kekuasaan pada tahun 2009 nanti. Selalu saja warga Tarbiyah Islamiyah akan jadi petarung dan selalu dihadapkan dengan urusan-urusan yang rilnya adalah urusan yang aneh dan sama sekali lain bagi warga Tarbiyah Islamiyah. Dekrite yag dikeluarkan oleh Inyiak Canduang sudah cukup menjadi kompas mau kemana warga tarbiyah islamiya diarahkan.
Dekrite inyiak Canduang sekarang tidak lebih sebagai mantera yang dijadikan untuk menakuti-nakuti musuh politik bagi orang yang berkepentingan. Padahal dekrite ini bersipat formal dan mengikat bagi warga Tarbiyah Islamiyah tanpa kecuali dan dekrite kembali ke khittah seharusnya diimplemetasikan dalam membimbing perjalanan Tarbiyah Islamiyah, agar kekuatan yang ada di lingkungan Tarbiyah Islamiyah terkonsetrasi untuk memperhatikan MTI-MTI yang ada, agar eksitensi MTI selalu dapat dipertahankan dan tidak runtuh oleh kompleksitas modernisasi dan kompetisi pendidikan. Jika Quo Vadis PERTI yang baru sesuai khittah maka barang tentu akan diridhoi oleh Allah SWT dan tentunya akan menjadi obat bagi warga Tarbiyah Islamiyah yang selama ini telah dilukai oleh politiku-politikus PERTI.
MAHASISWA TARBIYAH ISLAMIYAH BERSATULAH!!!!
RUNTUHNYA MITOS PENDIDIKAN MODERN
Oleh: Muhammad Sholihin
(sekretaris umum PB Asosiasi Mahasiswa AR-Rasuly)
Pendidikan dalam sejarah manusia merupakan sesuatu yang menyatu dengan diri manusia itu sendiri, pendidikan tidak bisa dipisahkan dari peradaban manusia sebagai sebuah pilar dari peradaban. Dan Pendidikan dalam realitasnya telah menjadi kebutuhan yang mendasar (need necessity) bagi seorang manusia.
Begitu pentingnya pendidikan hampir semua aspek kehidupan baik dalam masyarakat, maupun dalam Negara menjadikan pendidikan sebagai sebuah prioritas--pendidikan telah menjadi perjuangan bersama dan ditujukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh sesuatu Negara. Pendidikan dalam masyarakat modern telah mejadi sesuatu yang bersenyawa dalam strata social, semangkin tinggi pendidikan seseorang, maka semangkin tinggi status socialnya ditengah masyarakat.
Pada gholibnya pendidikan telah diterima sebagai kebutuhan secara massif, mulai dari kalangan kuli, ilmuwan sampai birokrat dan mengatakan bahwa pendidikan itu penting adanya. Dalam hal ini Negara mengatur pendidikan dengan UUD 45 yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan pendidikan bagi rakyat dijamin oleh pemerintah.
Negara melihat bahwa majunya dan pesatnya sebuah pembangunan tergantung pada tingkat pendidikan yang di dapat oleh rakyat, sehingga dalam hal ini pemerintah selalu mengenjot libido untuk melakukan proses pendidikan kepada masyarakat dan generasi muda. Kalau kita amati sejarah pendidikan di Indonesia lebih tua umurnya dibanding Negara republic Indonesia ini sendiri. Pendidikan selalu berevolusi dari bentuk yang sederhana menjadi bentuk yang modern.
Pada beberapa decade belakangan ini pendidikan mulai dilakukan proses modernisasi, hal ini diilhami dari model pendidikan barat yang relatife dikatakan modern dibanding pendidikan dibelahan dunia lainya. Sehingga Negara ketiga terobsesi untuk meniru model pendidikan barat, dengan cara merubah system pengajaran, seperti kurikulum dan media pembelajaran seperti pengunaan teknologi.
Modernisasi pendidikan ini mengkibatkan timbulnya stigma positife dari masyarakat terhadap dunia pendidikan modern , hal ini mengakibatkan Public Desire masyarakat untuk melakukan proses pendidikan di institusi modern semangkin meningkat setiap periode, dapat kita simpulkan semangkin tinggi tingkat modernisasi pendidikan, maka semangkin tingggi pula tingkat preference masyarakat untuk melakukan proses pendidikan di institusi tersebut.
Kalau kita kaji lebih dalam ada beberapa mitos sebenarnya yang mengakibatkan Public Desire masyarakat untuk sekolah di institusi pendidikan modern, Pertama. Pendidikan modern akan mengakibatkan kecerdesan anak didik dapat dikontrol untuk ditingkatkan. Kedua. Pendidikan modern menjanjikan peluang kerja yang besar bagi anak didiknya. Ketiga. Semangkin tinggi opportunity cost yang dikeluarkan untuk belajar di pendidikan modern, maka semangkin tinggi pula nilai pendidikan yang didapat.
Aktualnya Ketiga mitos ini mendorong terciptanya hasrat public (public desire) dikalangan masyrakat untuk melakukan proses pendidikan di Institusi pendidikan modern, Public Desire ini tidak saja menimbulkan efek yang lansung terhadap preference masyarakat, tetapi juga menimbulkan Neodichotomy (dikotomi baru) terhadap institusi pendidikan dengan berbekal logika Antagonis “ pendidikan modern lebih baik, sedangkan pendidikan tradisional pendidikan yang tidak baik�, dengan merebaknya logika sepeti ini mengakibatkan menurutnya minat masyarakat terhadap pendidikan tradisional (pesantren).
Seiring berjalannya waktu pendidikan modern berkembang dengan pesat, namun kalau kita perhatikan pendidikan modern dalam visi-nya selalu mengedapankan hasil dibanding proses yang diberikan kepada anak didiknya. Hal ini mengakibatkan distorsi terhadap Mindset anak didik ‘bahwa yang penting dari pendidikan bukanlah proses, namun adalah hasil yang diungkapkan dengan angka-angka kuantitaif. Sesuailah kiranya dikatakan bahwa pendidikan di Indonesia adalah pendidikan kuantitatif yang menilai berhasil tidaknya sebuah pendidikan dengan angka-angka, semangkin tinggi nilai-nilai yang didapat oleh anak didik maka semangkin tinggi tingkat keberhasilan sebuah institusi pendidikan, bisa kita katakan antara keberhasilan pendidikan memiliki hubungan yang positife dengan nilai yang diungkapkan dengan angka-angka.
Model pendidikan modern aktualnya telah meruntuhkan bangunan pendidikan itu sendiri, dalam hal ini Poulo freire menuturkan ‘sebuah pendidikan seharusnya dilakukan dengan proses pendidikan yang dialogis’, tetapi dalam institusi pendidikan modern kecenderungan pendidikan dilakukan dengan cara monolog. Sehingga hasil dari pendidikan yang model ini tidak memiliki Sense Of social Movement (kepekaan terhadap perubahan sosial). Alumni-alumni dari institusi pendidikan modern lebih banyak bersipat individualistic ketimbang menjadi seorang sosialis. Sehingga misi yang diembannya dalam kehidupannya tidak pernah lepas dari Interest Self.
Kalau kita runut kebelakang ternyata pendidikan modern tidak memiliki Track Record yang baik untuk melakukan perubahan social, waktu demi waktu pendidikan modern hanya sibuk dengan memproduksi bibit kader-kader kapitalis yang tidak peduli dengan lingkungan, Mitos-mitos yang selama ini dianut oleh masyarakat tentang pendidikan modern mulai redup, karena pendidikan modern tidak pernah menawarkan obat bagi demoralisasi bangsa yang sedang terjadi. Runtuhnya mitos pendidikan modern ini dapat dilacak dari adanya gap antara output pendidikan modern yang dipikir oleh masyarakat dengan realitas yang terjadi. Terorisme intelektual dan sadisme intelektual adalah hasil yang diproduksi oleh dunia pendidikan moden.
Pendidikan modern adalah anak kandung dari kapitalisme pendidikan , profit dan keuntungan yang digaet dari proses pendidikan telah dijadikan tujuan utama dari pendidikan modern. Keikhlasan dan kepedulian adalah dua hal yan dianggap mitos dalam pendidikan modern.
Penganguran structural meningkat seiring meningkat para sarjana, kriminalisasi meningkat ditengah-tengah merebaknya orang terdidik, fenomena ini dapat dikatakan sebagai sebuah indicator mitos pendidikan modern kian rapuh.
Selayaknya harus ada pendidikan alternatife yang mengedepan visi Eviromentalistik (keutuhan lingkungan), sehingga pendidikan yang dijalankan atas pradigma keutuhan lingkungan tidak lagi menguras modal sosial.
teroueskan membina tabijah islamijah ini sesoai dengan peladjaran yang koe berikan(syekh sulaiman ar-rasully)
Saturday, February 03, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Hi.
Nama saya Ahlul Hukmi at koemikelam@yahoo.com
Saya cuma mau bertanya apakah Bung punya hubungan darah atau keturunan dari Inyiak Candung? Thank You.
Post a Comment