teroueskan membina tabijah islamijah ini sesoai dengan peladjaran yang koe berikan(syekh sulaiman ar-rasully)

Sunday, February 25, 2007

MENGAGAS MEDIA ALTERNATIFE

MENGAGAS MEDIA ALTERNATIFE

by: sholihin

Media massa dalam sejarahnya memerankan peran yang sangat urgen dalam mendorong Socio-politic Movement. Hampir setiap perubahan sosial-politik tidak pernah luput dari peran yang dimainkan oleh media massa. Peran ini berbentuk Stimulan Desire yang diproses lewat opinisasi. Hal ini dapat dipahami dari sejarah Reformasi, dan Sejarah Angkatan 66 yang dilokani oleh mahasiswa dan diprovokasi oleh media. Aktualnya pada peristiwa-peristiwa ini tercipta lewat sinergisasi antara kekuatan Media massa dan kekuatan mahasiswa.

Dalam konteks diatas media massa diasumsikan sebagai kekuatan pendorong serta pencipta terhadap Desire Mass yang menumbangkan kekuatan tiran yang mengancam struktur sosial. Dalam sejarah media massa selalu menjadi kekuatan penentu dalam membangun opini massa, sehingga media massa dalam kontek gerakan diposisikan sebagai piranti utama diluar aktor gerakan. Sesuai dengan kontek media massa sebagai kekuatan pendorong bagi Social Movement yang dimanifestkan dalam gerakan-gerakan sosial, maka kebebasan pers merupakan hal yang mutlak diberikan kepada media massa, hal ini diperlukan agar tidak ada sekat-sekat yang menghambat media massa untuk mengintensifekan informasi kepada masyarakat. Hal ini secara implisit menuntun pemahaman kita bahwa media massa tidak saja berfungsi sebagai media yang menyuplai informasi An Sich, tetapi secara histories media massa membawa visi-visi perubahan terhadap kehidupan dan aspek-aspeknya yang diejawatahkan dalam format yang khas yaitu proses transformasi.

Pada kondisi di atas Media Massa idealnya tidak hanya berfungsi sebagai media yang menyuplai informasi An Sich kepada masyarakat, namun disamping itu harus ada upaya menjadikan media massa sebagai media alternatife yang berfungsi ganda. Yang dimaksud Berfungsi ganda disini adalahFungsi Informatif dan fungsi Social Of Change yang harus diperankan oleh media massa.

Fungsi informatife yang harus diperankan oleh Media Massa dapat diartikan fungsi memberikan informasi yang valid kepada segenap masyarakat tanpa ada batas-batas yang mendistorsi informasi tersebut. Pada dasarnya media massa berfungsi sebagai media informasi yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan manusia baik yang bersipat Eventif maupun Non-Eventif. Non- Eventife dalam hal ini mencakup penyuplaian nilai-nilai budaya dan norma-norma politik dan sosial oleh madia kepada konsumen. Apabila media massa hanya Concern dengan fungsi informatif dan mengabaikan fungsi Social Of Change, maka media massa dalam bentuk ini cenderung bersipat eklusive dan tidak menyentuh Historis kehidupan.

Sedangkan fungsi Social Of Change yang harus diperankan oleh media massa berarti media massa tidak berfungsi sebagai media informasi An Sich, namun harus ada sebuah upaya Normatisasi dan pentransformasian nilai yang dilakukan oleh media massa kepada masyarakat, hal ini diperlukan Agar perubahan sosial yang violensif dari struktur sosial yang ada dapat diantisipasi. Oleh karena itu media massa harus berperan sebagai penjaga nilai dan pentransformasi nilai-nilai kepada masyarakat.

Media alternatife dapat kita pahami dalam kedua konteks ini, namun dalam mewujudkan media massa alternatife ini diperlukan sebuah pembagian peran antara pengusaha media massa (kapital) dengan Wartawan. Dan Kapitalis media secara normatif tidak pantas mengintervensi wartawan untuk membuat dan memuat berita yang selalu memperhatikan Self Interest kapitalis media massa. Sedangkan wartawan selayak menjalankan fungsi inteletualitas organiknya agar pena-Nya sebagai wartawan mampu menembus sekat-sekat yang dibangun berdasarkan struktur sosial, dalam konteks ini wartawan berfungsi sebagai orang yang melakukan proses transformasi lewat pengalian-pengalian terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi didalam tubuh masyarakat.

Wartawan idealnya mampu melakukan proses normatisasi dan strelisasi terhadap proses kehidupan sosial yang tumbuh secara violensif dari struktur sosial yang hegemonik. Sehingga kehidupan yang ada dalam masyarakat berjalan secara natural dan tidak terlepas dari norma-norma natural itu sendiri.


KULTUR KAPITALISME DALAM PERSYARATAN PEKERJAAN

KULTUR KAPITALISME DALAM PERSYARATAN PEKERJAAN

Oleh : Muhammad Sholihin*

Kapitalisme Ibarat Udara yang senangtiasa mengalir dalam nadi setiap kultur dan prilaku manusia.

A. kapitalisme dan pergeseran budaya lokal

kapitalisme adalah sebuah sistem yang digerakan oleh prinsip Profit Oriented, sehingga setiap jiwa yang menganut prinsip ini secara alamiah telah menjadi patron klien bagi perkembangan ideology kapitalisme.

Seiring mengelindingnya isu-isu open market maka secara fisik kapitalisme telah mengalami usia yang lansia dan dogma-dogma yang diajarkan oleh kapitalisme secara progresif telah menyentuh semua lapisan sosial dan semua praxis kebudayaan, politik dan ekonomi.

Bahkan lebih ekstrim Noreena Herzt menyatakan “ negara telah dirampok oleh kapitalisme dan otoritas negara telah digantikan oleh otoritas karporat-karporat.”

Dalam praxis kebudayaan domestik, ide-ide kapitalisme lebih cenderung dipraktekkan. Hal ini dapat kita lihat dari prinsip dan moral sebagian masyarakat dalam melakukan tindakan sosial, politik dan ekonomi dan secara implisit moral yang mengerakkan mereka tidak lepas dari moral-moral yang diajarkan oleh kapitalisme.

Kapitalisme dalam era global telah menjadi sebuah maenstream dalam setiap mekanisasi kehidupan, arti dari semua ini ialah kapitalisme telah merekonstruksi setiap kultur domestik, proses ini dikenal dengan sebutan digitalisasi kultur.

Kultur yang ada sekarang merupakan rekayasa kapitalisme sehingga terjadilah pergeseran fungsi dan posisi kultur lokal. Kultur yang dipraktekan sekarang tidak lagi murni sebagai sebuah kultur yang luhur tetapi tidak lebih sebuah simbol yang didalamnya dipenuhi belatung kapitalisme.

B. Dari Ideologi kapitalisme Ke Kultural

Ideology adalah seperangkat sistem kepercayan yang mengakomodir dan mengatur prilaku msyarakat. Ideology lahir dari sebuah ide yang dikonstruksi oleh bahasa sehingga menjadi sebuah sistem yang mengakar dan mejadi patron bahkan mekanik bagi setiap tindakan.

Kapitalisme pada awal tak lebih hanya sebagai sebuah sistem ekonomi dan berisikan ajaran-ajaran ekonomi an sich dan secara aktual lepas dari dogma-dogma politik. Namun seiring perkembangan zaman dan benturan antar isme-isme di dalam sejarah, maka kapitalisme lahir sebagai pemenang isme tunggal di dunia . Akhir dari ini lahirlah sakralisasi kapitalisme. Pada fase-fase berikutnya kapitalisme dijadikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur gerak lajunya dunia.

Ajaran-ajaran kapitalisme dipraktekkan sebagai ideologi kultural yang senantiasa mengalir didalam prilaku manusia baik dalam apsek politik, sosial dan terutama dalam bidang ekonomi.

Perkembangan Kapitalisme secara massif telah menyentuh semua lapisan masyarakat tak ada yang luput dari sangkar besi yang diciptakan oleh kapitalisme. Kapitalisme begitu mudah diterima sebagai kultur lewat pendewaan jargon self interest ( kepetingan diri ), sehingga idividualistik menjadi prinsip yang menglobal.

C. Meneropong Kultur Kapitalis Dalam Persyaratan Pekerjaan

Dunia telah disibukkan dengan self interest dan profit oriented, sehingga terjadilah dehumanisasi dan demarkasi antar satu kelompok dengan kelompok lain yang berdasarkan metode digital kultural. Era modern merupakan era yang irrasional, karena banyak kultur dan prilaku manusia yang tidak logis berdasarkan nurani. Dalam hal ekonomi kultur kapitalisme telah menciptakan parade penganguran abadi.

Penganguran dan kemiskinan merupakan sesuatu keniscayaan dari digitalisasi kultur oleh kapitalis, sehingga yang ada adalah hanyalah pengguran yang abadi. Pengguran tidak hanya terjadi disebabkan proses yang alamiah, tetapi ada fakta sosial yang menyebabkan terjadinya pengaguran. Penganguran ini disebut dengan penganguran struktural.

Secara teoritis Penganguran tercipta karena inflasi, faktor alam . Namun ada juga penganguran yang disebabkan oleh digitalisasi kultural. Secara aktual pengaguran yang tercipta lewat proses ini lebih berbahaya dari pada penganguran yang disebabkan faktor alamiah, sebab penganguran digital ini akan meninggalkan depresi phisikis bagi pengaguran itu sendiri.

Digitalisasi kapitalisme dalam pekerjaan dapat kita lihat dari pembuatan syarat-syarat untuk pelamar yang sama sekali tidak masuk akal. Seperti untuk melamar sebuah pekerjaan seseorang harus mempunyai tinggi badan 160 dan mempunyai penampilan yang menarik.

Secara aktual syarat-syarat ini telah menjadi kultur kapitalis untuk meningkatkan profit dengan mengunakan metode body sale. Dengan penampilan menarik diharapkan akan menjadi magnitud bagi komsumen untuk bertransaksi dengan perusahaan mereka. Namun ironis dengan pelembagaan kultur ini ada golongan yang dimarginalkan dan disingkirkan dari kehidupan. Proses ini hanya dilakukan lewat administrasi yang berbaju kapitalis.

Piramida korban yang diciptakan oleh kapitalisme sudah cukup kompleks korban-korban yang lahir dari eksistensi kapitalisme tidak saja muncul dengan violence fisikal ( kekerasab fisik ) namun juga muncul dengan refresif kultural seperti syarat-syarat adminstrasi yang diberlakukan oleh pengusaha.

Gejala digitalisasi kultur kapitalisme ini tidak hanya menjangkiti instasi swasta tetapi juga telah menjangkiti instasi pemerintah. Kausalitas dari gejala ini akan terjadinya patologi sosial disebabkan dekompetitif lewat syarat-syarat pekerjaan yang inmanusiawi. Digitalisasi kultural ini merupakan dehumanisasi atas hak-hak manusia itu sendiri atas hak kehidupan dan pekerjaan yang layak.


* sekretaris FoSSEI Sub Region SUMBAR

INVOLUSI KEBERPIHAKAN PADA PETANI

INVOLUSI KEBERPIHAKAN PADA PETANI

Oleh : Muhammad Sholihin[1]

Harga beras aktualnya terbentuk dari kekuatan pasar (kekuatan demand dan supply), namun kekuatan demand ini tidak selamanya berjalan secara alamiah. Adakalanya harga beras naik diakibatkan oleh Human Error (spekulatif) yang dilakukan oleh pedagang atau orang-orang yang mempunyai kepentingan atas kenaikan harga beras. Dalam kontek ini impor beras yang dilakukan oleh pemerintah merupakan kebijakan yang responsive terhadap ancaman deficit stok beras nasional. Sebab dalam pengamatan pemerintah harga akan naik secara alamiah jika stok beras relatif kecil dibanding dengan jumlah permintaan.

Disamping itu Factor yang siknifikan mempengaruhi harga beras ialah factor alamiah, seperti kondisi cuaca, bencana yang pada akhirnya akan mempengaruhi produksi beras yang diusahakan lewat pertanian, kemarau yang panjang minsalnya mengakibatkan petani tidak bisa memproduktifkan sawah tadah hujan. Force Majoure yang mengakibatkan supply beras berkurang akan mengakibatkan harga secara alamiah akan merangkak naik. Sebab depresi supply beras tidak serta merta mendorong depresi demand terhadap beras.

Impor beras pada dasarnya akan mempengaruhi harga beras akibat deficitnya stok beras nasional, kenaikan harga beras secara aktif juga akan menggangu stabilitas makro ekonomi, inflasi akan dipicu oleh kenaikan harga beras. Walaupun inflasi berdampak positif bagi pedagang dan memicu investasi, namun inflasi tidak baik bagi masyarakat kecil, kenaikan harga yang tidak diimbangi kenaikan income hanya akan memicu ikrementasi kemiskinan dan pada akhirnya akan mengancam stabilitas social. Dalam kontek ini Pembangunan ekonomi tidak hanya ditentukan oleh aspek ekonomi material An Sich, tetapi juga ditentukan oleh stabilitas social.

Secara teoritis Kebijakan Impor beras yang ditetapkan oleh pemerintah secara natural akan menekan harga, jika distribusi beras impor ini ditangani dengan efektife. Sebab secara logic impor beras akan mendorong ikrementasi stok nasional dan pada akhirnya akan didistribusikan kepada masyarakat. Dalam kontek ini impor beras juga berfungsi sebagai penyeimbang antara kuantitas beras dan kuantitas permintaan (Demand) terhadap beras.

Harga beras yang merangkak naik sebagaimana yang telah kita jelaskan diatas didorong oleh factor human error dan factor alamiah. Karena itu untuk menjaga kestabilan harga pemerintah bertanggung jawab melakukan impor beras. Deficitnya stok beras aktualnya didorong oleh involusi lahan pertanian yang diakibatkan oleh adanya kecenderungan perubahan struktur social yang didorong oleh involusi kebijakan pemerintah terhadap sector pertanian.

Disinilah letak paradoksnya kebijakan impor beras yang diterapkan oleh pemerintah. Paradoks ini dipahami sebagai keinginan pemerintah menangulangi deficit stok beras, disisi lain pemerintah mengalakan industrialisasi yang barang tentu akan mengakibatkan involusi lahan pertanian.

Penangulangan deficit yang dilakukan oleh pemerintah melalui impor beras aktualnya tidak mewakili keberpihakan terhadap petani. Apakah kebijakan yang diambil oleh pemerintah untuk mengimpor beras akan efektife untuk menekan harga beras yang kian tajam?

Kenaikan harga beras akhir-akhir ini dianulir oleh deficitnya stok beras nasional, akan tetapi kalau kita perhatikan hilangnya beras yang beredar dipasaran, secara actual disebabkab adanya Human Error (penimbunan beras minsalnya) yang ingin diuntungkan oleh kenaikan harga beras. Oleh karena ini pemerintah idealnya melihat secara jeli factor-faktor yang mengakibatkan deficit Stok beras dan tidak lancarnya sirkulasi beras dipasaran dan pengawasan terhadap sirkulasi beras ini perlu ditingkatkan agar kriminalitas ekonomi tidak serta merta terus mengancam kestabilan harga.

Kalau kita perhatikan kebijakan impor ini akan mengkibatkan efek yang positif jika momentum penerapan kebijakan ini didorong oleh kebutuhan yang darurat atau dalam kondisi deficit yang disebabkan oleh Force Majoure (keadaan diluar kekuasaan manusia).

Impor Beras dan Involusi Keberpihakan Pada Petani

Kebijakan impor secara prinsipil berseberangan dengan prinsip kemandirian ekonomi dan swadesi yang dianjurkan oleh Mahatma Gandhi, bahkan lebih ekstrim impor beras merupakan indicator telah terjadinya involusi keberpihakan pada petani yang dilakukan oleh pemerintah. Kalau kita hubungkan dengan pertumbuhan ekonomi--pertumbuhan sebuah perekonomian tidak saja diukur berdasarkan aspek materil, akan tetapi aspek non material juga layak dijadikan sebagai indicator dalam menilai pertumbuhan perekonomian. Dalam hal ini Kemandirian ekonomi di bidang pertanian aktualnya jauh lebih penting diperhatikan oleh pemerintah. Karena secara factual penyerapan tenaga kerja lebih banyak disumbangkan oleh sector pertanian.

Dalam kontek diatas kebijakan impor beras yang diterapkan oleh pemerintah aktualnya belum mencapai sasaran yang tepat dalam kebijakan politik ekonomi. Sebab dalam kondisi saat ini ketidak stabilan harga didalam negeri porsinya lebih banyak disebabkan oleh Human Error ketimbang Force Majoure. Kebijakan impor beras baru akan efektif jika deficit Stok didorong oleh Force Majoure. Dan selayak nya sebelum penerapan kebijakan impor beras pemerintah terlebih dahulu melakukan Moral Suation (ajakan moral) serta melaku operasi pasar secara intensif.

Penekanan Impor beras dalam kondisi pertanian yang rapuh hanya akan mengakibatkan dilema baru bagi petani. Dilemma ini terakumulasi dari depresi Pendapatan petani yang didorong oleh tekanan structural dari kebijakan ekonomi pemerintah, sedangkan jaminan akan Marginal Cost produksi beras tidak menampakan titik cerah dari impor beras serta tidak adanya pendapatan subtitusi yang diakibatkan oleh impor beras.

Impor beras akan mematikan kemampuan bahkan organisasi tani untuk mendorong produktifitas disektor pertanian, disamping itu kebijakan impor beras yang diterapkan oleh pemerintah hanya akan memberi peluang peningkatan rente yang didapat dari proses impor beras.

Impor beras dalam kondisi ini sebagai tanda (sign) bagi involusi kebijakan pemerintah yang berorientasi mendorong stabilitas kondisi micro ekonomi dibanding menjaga stabilitas makro ekonomi, jika tidak dicermati lebih proporsional akan mengakibatkan kesenjangan dan gap antara micro ekonomi dan macro ekonomi. Sebab kedua skala ini merupakan dua sisi dari satu mata uang yang tidak bisa diabaikan oleh pemerintah.


[1] Anggota Tetap Forum Diskusi Surau Tuo Ar-Rasuly-Padang

AMBIVALENSI RUU APP

AMBIVALENSI RUU APP

By: Sholihin

Aspek Positif Dalam Penegakkan RUU Pornografi dan Pornoaksi

Segala sesutu yang berhubungan dengan porno berawal dari kebutuhan dan hasrat seksual yang melewati batas (over limit). Over limit bermakna bahwa hasrat seksual diekspresikan melalui bahasa tubuh yang erotistik dan memancing hasrat secara mutualistik (timbal balik).

Ketika hasrat seksual ini menggunakan tubuh perempuan sebagai objek publisitas, maka proses ini dinamakan porno aksi, dan publisitas hasrat seksual mengkombinasikan media elektronik dan tubuh perempuan sekaligus maka proses ini dinamakan pornografhi.

Pornografhi dan pornoaksi yang melewati batas-batas normal, ruang dan waktu secara faktual menyebabkan kekacauan dalam struktur sosial. Kekacauan struktur sosial ini berawal dari pencerapan image tubuh perempuan oleh subjek dan dieksternalisasikan dalam bentuk hasrat seksual secara nyata dan diluar norma seperti kasus pencabulan dan pemerkosaan.

Seiring bergilirnya waktu dan universalisasi teknologi, sehingga membuka lebar kran komersialisasi bisnis pornografhi dan pornoaksi lewat media teknologi (tv, internet, media massa). Sehingga hal ini menyancam stabilitas sosial, mengancam masa depan generasi muda, sehingga kalangan agamis memandang perlu diatur bahkan APP ini dimusnahkan lewat undang-undang.

Secara ideal RUU APP ini mengandung aspek positif karena diyakini dapat mengontrol hasrat seksual yang diekspresikan melampaui batas.

Urgensi RUU APP

Secara prinsipil implementasi undang-undang tentang pornografhi dan pornoaksi merupakan kausalitas dari kriminalitas yang disebabkan oleh penyelewengan seksual lewat proses pencerapan dari pornografhi dan pornoaksi.

Secara aktual, budaya seksual yang melewati batas yang dikonkritkan oleh subjek lewat pornografhi dan pornoaksi. Seandainya tidak dibendunglewat undang-undang, keniscayaannya akan menjadi badai hasrat yang tidak terkontrol sehingga akan merusak setiap nadi kehidupan agama dan bangsa.

Hakikat dari implementasi RUU APP ini tidak hanya menyelamatkan agama islam namun terlepas dari hal itu akan menstimulan kehidupan sosial yang lebih stabil dan terhindar dari fitnah. Sebab dalanm peradapan yang beradab tidak akan memberi luang operasi (pemuasan) terhadap perempuan lewat mekanisme pornografhi dan pornoaksi.

Walaupun RUU APP tidak hanya menyntuh pelarangan ekspresi erotis denagn tubh perempuan nemun juga pelarangan ekspresi erotis oleh kaum lelaki yang tidak sesuai dengan tuntutan agama dan moral.

Tuesday, February 13, 2007

Seri Puisi abstrak

Seri Puisi Abstrak By: Sholihin TIGA ALAM Hidup adalah senyawa dari kehidupan, kehidupan itu gelap, terang, panas, dingin kadang menyejukan, semua adalah selubung yang menutupi rangka-rangka ketuaan dunia. Kegelisahan, keberingasan, kebahagian larut dalam kesendirian menatap peraduan nasib yang tak ada ujung. Di ujung senja yang meremang hanya ada setumpuk lembaran tua yang menuntun jiwa-jiwa yang sepi menemani menatap kehidupan yang tak ada ujung dalam ketuaan dunia. Sang pengengam….. Hujamkan pandangan mu dalam selangkahan kehidupan Sang sepi yang tak kesepian Kepada sang diri yang tak punya jiwa Setubuhi jiwanya!!dan gapai kenikmatan merengkuh bahtera kehidupan-nya Dalam tiga alam. DIPERADUAN SEPI Jalan setapak yang berkelok dan berliku Melelahkan raga yang resah Memberkaskan ketakutan dalam belantara hutan Hutan yang gelap tanpa cahaya yang mampu ditatap Sepi dalam gelapnya ketuan diperaduan Peraduan sepi yang meningalkan jejak-jejak kelukaan Peraduan sepi menghantam jiwa yang rapuh Nyaris saja tubuh itu mati terkulai sepi Cinta…….! Sebuah kata-kata sepi yang tak bernyawa Sebuah kata-kata yang berakhir Pada peraduan sepi OTAK-OTAK KORUP Sebuah rekayasa menyergap malam Menyembunyikan sejuta Tanya Yang tak dapat ditanya Mengaburkan pandangan Yang tak dapat dipandang Kelam, gelap tak bisa disentuh Rapuh, kuat mengkerangkeng raga Licin, kesat dan tajam Memenjarakan otak-otak korup Melenyapkan benda-benda tumpul Dalam semak-semak yang tak tersentuh hokum Otak-otak korup…..! Sebuah ekspresi pada kenyataan Realitas yang tak tampak Pada realitas yang ada sekaligus tak ada

kritik terhadap HMI

Quo Vadis HMI Setelah 60 Tahun Oleh: MH Sholihin[1] HMI dalam sejarah Bangsa Indonesia tercatat sebagai organisasi kader yang mengerakan pemuda untuk berperan aktif dalam mengemban nilai-nilai dasar perjuangan untuk bangsa dan agama yang dirumuskan dalam konstitusi HMI, dimana maenstream nilai-nilai itu diterjemahkan dari ide-ide Lafran Pane yang merupakan sebagai arsitek berdirinya bangunan HMI. Kader-kader HMI tidak saja tercatat sebagai Event Guard untuk melakukan proses pengisian dan menjaga kemerdekaan bangsa ini, tetapi juga memerankan Wacth Dog bagi kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah. Walaupun pada rezim orde baru HMI pernah dibungkam dengan mempreteli asas organisasi HMI yang dipaksakan oleh rezim Soeharto. Namun HMI tetap eksis walaupun terseok-seok ditengah anomaly yang terjadi dalam tubuh HMI. Secara teoritis seorang manusia akan sulit lepas dari sejarahnya, sehingga sejarah dan masa lalunya akan selalu berbekas dalam jiwa dan pada akhirnya akan membentuk sebuah sikap dan prilaku. Kalau kita hubungkan dengan konteks ke-HMI an, seharusnya HMI akan selalu mendefenisikan dirinya sebagai organisasi yang memegang nilai-nilai yang diwariskan oleh Lafran Pane lewat proses internalisasi pengkaderan. Namun ironis memang ketika Kader-Kader HMI yang saat ini terjebak pada sebuah kegelisahan yang tiada ujung, kegelisahan akan arah pengkaderan, kegelisahan akan arah perjuangan. Kegelisahan-kegelisahan ini pada gholibnya mendorong terjadinya anomaly dalam arah dan perjalanan HMI kedepan. Amonaly ini terjadi Seiring perkembangan dan kompleksitas zaman, HMI dipaksa secara struktural dan cultural untuk mengadopsi nilai-nilai yang sedikit menyimpang. Penyimpangan ini didorong oleh Preference kader untuk mencerna nilai-nilai dasar perjuangan HMI dan mencitrakannya kedalam bentuk kecenderungan prilaku-prilaku pragmatis. Sebagai sebuah organisasi kader HMI dalam menyosong dan menjalani kehidupan, cenderung dihadapkan pada pilihan-pilihan yang dilematis, pilihan dilematis ini aktualnya termanifestasi dalam bentuk pilihan memilih untuk berjalan di atas nilai-nilai intelektual organik atau mengikuti pola operasional organisasi lain yang pada umumnya terjebak dalam sangkar besi politik praktis. Kalau kita amati secara radikal realitas yang terjadi di HMI saat ini tidak jauh berbeda dengan organisasi-organisasi lain yang terjebak dalam sangkar besi politik praktis dan cenderung mengesampingkan Crusial Point penguatan basis intelektual yang berujung pada intelektual organik. Kita cukup bergidik memperhatikan HMI yang bergelimang dalam Lumpur-lumpur politik praktis dan tidak lagi peduli dengan gerakan Intelektual yang mampu membangun Bangsa dengan ide-Ide Nya. Sebab tidak kita sangsikan bahwa untuk menjaga kemurnian dan demokrasi sebuah negara serta untuk mempreteli kekuatan-kekuatan destruktif yang bersembunyi dibalik jubah kekuasaan, hanya kaum-kaum intelegensia yang steril dari senyawa-senyawa kepentingan praktis. Sebutlah Ahmad Wahib, Lafran Pane dan Soe Hok Gie sebagai tokoh-tokoh yang mewakili kaum intelegensia ini. Anas Urbaningrum menawarkan konsep untuk perjalanan HMI setelah 60 tahun ini Dengan “ HMI harus mampu mendamaikan antara kekuatan akademis-intelektual dengan politik praktis� (Republika, 07/02/2007). Kalau kita kaji lebih jeli antara kaum intelegensia dengan kaum politikus, mereka adalah dua mahluk yang hidup di dunia yang berbeda. Perbedaan ini terjadi karena nilai-nilai yang menjiwai nafas kehidupan kedua golongan ini. Kuam Intelengensia lebih menjiwai nilai-nilai yang tidak pragmatis, sedangkan kaum politikus lebih cenderung memegang nilai-nilai prgamatisme. Perbedaan ini hakikatnya akan melahirkan dunia dan suasana yang berbeda. Sehingga dalam prakteknya kedua kaum ini akan terus berhadap-hadapan dan saling membongkar. Pada usia ke-60 tahun ini HMI jangan lantas mendamaikan gerakan akademik-intelektual dan politik praktis, jika ini terjadi maka tunggulah kematian dari nilai-nilai dasar dari HMI itu sendiri. Karena politik praktis selalu digerakkan oleh pengabdian dan mentuhankan kekuasaan, dibandingkan mengkrusialkan perubahan social. Selayaknya dengan umur HMI yang telah mencapai angka 60-an, HMI terus berkibar dan melangkah di atas nilai-nilai dasar perjuangan yang berbasiskan pengembangkan gen-gen intelektual organik. Demitologisasi nilai-nilai pragmatis HMI Ada proses Transformasi ide-ide yang menyerang pikiran kader-kader HMI, saat ini. Transformasi ide-ide ini cenderung membentuk konsepsi-konsepsi yang mengsakralkan politik praktis, sehingga antara kader HMI dengan politikus-politikus cenderung membangun pola hubungan simbiosis mutualistik. Untuk Membentengi HMI dari proses pembusukan arah perjuangan yang terbentuk dari pelembagaan politik praktis, perlu ada proses demitologisasi nilai-nilai pragmatis HMI. Karena politik praktis cenderung dijadikan mitos-mitos yang membangun konsepsi prilaku kader “bahwa HMI tidak akan mampu mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara serta mengkokohkan agama tanpa menjadikan lembaga politik sebagai sebuah ritual�, proses ini telah menghanyutkan kader-kader HMI dengan rutinitas yang sama sekali berlainan dengan jiwanya. Crusial Point Pengkaderan Berbasis Intelektual Organik Eksisnya sebuah organisasi kader tergantung pada pola pengkaderan yang dilakukan dalam menginternalisasikan nilai-nilai universal kedalam diri kader. Jika pola pengkaderan hanya Mengedepankan Output bukan proses pengkaderan, maka barang tentu organisasi ini akan diserang oleh kekakuan dan kebukuan pikiran. Dan pada akhirnya tidak akan muncul kesadaran akan pentingnya sebuah nilai-nilai humanitas dari perjuangan. Pola pengkaderan yang selama ini dijalankan oleh HMI, cenderunng terjebak pada tradisi yang Rigid dan sembari menutup mata dari Anomaly-Anomaly yang diderita oleh kader-kader Pasca Latihan kader. Anomaly ini terjadi disebabkan ketidak matangan proses transformasi nilai-nilai perjuangan yang berbasiskan humanitas kedalam jiwa-jiwa kader HMI. Humanitas hanya akan kita temukan pada prilaku dan nilai-nilai yang melandasi prilaku intelektual organik. Intelektual organiklah yang pada gholibnya mampu mempertahan idealisme kemanusian dari sengatan pragmatisme kehidupan. Karena itu sebagai organisasi kader HMI harus mau membongkar tradisi pengkaderan yang rigid dan harus inklusive terhadap Crusial Point pengkaderan berbasis intelektual organik. Kedua konsepsi ini aktualnya merupakan Quo Vadis yang harus dipertimbangkan oleh HMI dalam mengisi usia ke-60 tahunnya. Sebab HMI tidak akan lagi dilirik kalau terlalu eklusive dan tidak mau membokar nilai-nilai pragmatisme dan pola pengkaderan yang rigid. [1] Penulis adalah Pemerhati HMI

PERBEDAAN ADALAH RAHMAT

PERBEDAAN ADALAH RAHMAT Oleh: Ahmad Syarif H* Perbedaan adalah rahmat. Mungkin inilah kata yang tepat untuk menghadapi realita yang terjadi sekarang ini. Memang perbedaan (pluralitas) yang terjadi di dalam kehidupan tidak bisa dihindari karena merupakan salah satu sunatullah yang telah ditetapkan, sejak muncul dan lahirnya hidup dan kehidupan di dunia ini. Allah SWT menjadikan dan menetapkan sesuatu pasti memiliki maksud dan tujuan yang kadangkala manusia dengan berbagai keterbatasan dan kelemahan yang dimiliki tidak mampu melihat dan mengetahui apa yang ada di balik hal yang telah Allah tetapkan tersebut. Siapa pun mengetahui dan mungkin telah merasakan, bahwa dengan adanya perbedaan yang muncul di tengah-tengah kehidupan, telah membawa kearah suatu perkembangan yang sangat signifikan. Dengan perbedaan, suatu peradaban yang pada awalnya vacum, seiring dengan perkembangan zaman telah tercerahkan dan bahkan hampir mencapai puncak peradaban yang diimpi-impikan, yaitu suatu peradaban yang menjunjung tinggi rasional dan bukti empiris yang pada akhirnya mengantarkan pada suatu tatanan masyarakat yang selalu memperhatikan nilai-nilai ilmu pengetahuan yang merupakan puncak kulminasi dari apa yang telah Allah dan Rasul-Nya perintahkan. Dengan adanya perbedaan, pemahaman seseorang terhadap suatu objek yang selama ini dianggap sebagai suatu hal yang paling benar bisa lebih berkembang dan tercerahkan yang pada akhirnya akan membawa suatu dampak yang positif bagi kelangsungan hidup dan kehidupan dalam suatu masyarakat yang heterogen. Perbedaan memang merupakan suatu hal yang jika disikapi dengan ekslusif akan mengakibatkan bomerang bagi berlangsungnya hidup bermasyarakat. Hal ini memang tidak bisa dipungkiri mengingat hakikat dari sebuah perbedaan adalah tidak adanya titik temu dan kata sepakat dalam memandang berbagai permasalahan yang ada. Perbedaan ini kadang kala terjadi dalam masalah-masalah sosial dalam pengertian umum, namun kadang kala perbedaan ini menyentuh dan bahkan telah masuk dalam ranah ideology yang nota bene merupakan suatu hal yang sangat sensitif karena ia dianggap suatu hal yang bersifat transenden dan bahkan sakral yang tidak boleh diganggu gugat oleh pihak manapun, baik itu perorangan maupun kelompok. Memang ada benarnya orang yang mengatakan bahwa ideology harus dipertahankan karena ia merupakan salah satu identitas seseorang. Tetapi, meskipun ia merupakan suatu hal yang mesti dipertahankan, bukan berarti seseorang harus bersikap anti pati terhadap ideology orang lain. Dalam menyikapi perbedaan yang terjadi dalam ranah yang disebut terakhir ini, penulis ingin mempertanyakan - (berdasarkan pengalaman penulis dan wacana yang selalu berkembang bahwa antara satu kelompok Islam dengan kelompok Islam lainnya seperti Tarbiyah, Muhammadiyah, Hizbut Tahrir, dan NU di Sumbar selalu berada dalam wacana konflik) - apakah seseorang yang memiliki kemampuan intelektual yang lebih baik bila dibandingkan dengan masyarakat umum masih menganggap semua paham yang berasal dari kelompoknya adalah suatu hal yang paling benar sehingga paham dan ide-ide yang berasal dari luar kelompoknya adalah hal-hal yang mesti dihindari dan bahkan dianggap suatu hal yang "haram" ??? Kalau jawabannya sama (iya), apa yang melatarbelakangi pendapat tersebut dan apakah hal tersebut sudah sesuai dengan nilai-nilai Islam (values of Islam) yang diajarkan oleh Syari'. Dan apa hak kita dan sejauh mana otoritas kita sehingga dengan mudah menganggap orang yang berbeda dengan kita adalah orang-orang yang "sesat"? Dan kalau jawabannya adalah berbeda (tidak), kenapa ada diantara kita yang masih membedakan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Apakah kelompok lain itu termasuk orang-orang yang "sesat" ?? Kalau mereka bukan orang yang "sesat" jangan-jangan kita-lah yang sebenarnya "sesat" ?? Karena, kita mesti mempertanyakan apa sumbangsih kita terhadap kemajuan Islam, apa peranan kelompok kita selama ini dalam usaha membumikan ajaran-ajaran Islam dan mana perhatian kita terhadap masyarakat sekitar (kehidupan sosial)? Bukankah kita selama ini hanya mementingkan kehidupan pribadi dengan melibatkan diri dalam kancah politik (pecundang politik) tanpa memberikan bukti real bagi masyarakat yang selama ini telah menderita dalam kebodohan!! Mana lembaga tinggi pendidikan kita, rumah sakit dan sarana publik lainnya ?? Apakah ini "kelompok yang paling benar" yang hanya berhak masuk syurganya Allah ?? kalau memang kita masih lemah (dalam politik) bukankah lebih baik kita bersahabat, bergabung dan belajar dari mereka ?? Seseorang yang menjunjung tinggi suatu perbedaan yang dilandasi dengan ilmu pengetahuan pasti mengetahui bahwa apa yang kelompok lain amalkan (dalam beribadah) misalnya- kalau itu yang menjadi perselisihan- semuanya bersumber dari Al-Quran yang satu, Al-Sunnah yang berasal dari Rasul yang satu. Namun, selama ini telah terjadi suatu pendoktrinan pemikiran-pemikiran ekslusif yang sama sekali tidak mengakui adanya perbedaan yang begitu banyak terdapat dalam Islam. Kenapa ideologi seperti itu harus dipertahankan dan dilestarikan? Bukankah salah seorang filosof besar Islam dan ahli fiqh di abad ke 12, Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayat al-Mujtahid secara implisit telah mengajak kita untuk hidup dan bersikap toleran, menghargai, dan menghormati pendapat orang lain? Terlepas dari apa paham yang kita anut sekarang, memperjuangkan kehidupan sosial yang merupakan salah satu nilai-nilai keislaman mesti dilakukan. Dan hal ini menurut hemat penulis hanya bisa terwujud dengan adanya sikap saling mendukung antar kelompok muslim, tanpa menonjolkan perbedaan yang ada, agar apa yang dicita-citakan oleh Al-Quran, Sunnah Rasul dan akal yang sehat dapat tercapai dan terealisasikan. Perbedaan adalah harta yang paling berharga yang karenanya manusia bisa hidup dan berkembang menuju arah yang lebih maju. Kelompok atau seseorang yang selama ini kita idolakan dan banggakan boleh jadi bukan satu-satunya jalan menuju kebenaran dan menjamin masa depan. Tetapi yang mesti dan layak untuk dibanggakan adalah kelompok dan orang-orang yang memiliki jiwa "kislaman" dan mempraktikkan nilai-nilainya, meskipun mereka berasal dari golongan Islam yang lain bahkan dari non-muslim sekalipun. Sebagai mahluk intelek dan agent of change kita harus jeli dan kritis melihat berbagai fenomena yang ada. Apakah suatu ideology yang sudah jelas-jelas membekukan pola pikir dan mindset, harus dipertahankan hanya karena sebuah tujuan yang semu dan ambigu?? Untuk menjawab semua ini, dengan adanya perbedaan yang disikapi dengan inklusif kita bisa lebih leluasa menentukan arah dan tujuan yang tentunya didasari oleh pertimbangan yang rasional dan kritis serta sistematis demi tercapainya apa yang kita, masyarakat dan agama cita-citakan. Wassalam. *Alumni MTI Candung 2004-2005, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan DarusSunnah Hight Institute For Hadith Sciences Jakarta.

Saturday, February 03, 2007

galerry

Gallery. 2. ketua HAMTI Sumatera barat sesudah memberi kata sambutan (dari kiri, drs. syafrijal, DR. makmur syarif, SH,M.Ag(ketua HAMTI), Maksum, M.Ag (Sekretris HAMTI SUMBAR)
gallery 1. suasana diskusi HAM GIE-TARBIYAH ISLAMIYAH
DISKUSI HAK AZAZI MANUSIA DAN BEDAH FILM SUKSES DIGELAR OLEH
MAHASISWA/I TARBIYAH ISLAMIYAH
PADA TANGGAL 20 DESEMBER 2006
DENGAN PEMATERI:
1. EDY UTAMA (BUDAYAWAN NASIONAL)
2. KHAIRUL FAHMI (TOKOH MUDA TARBIYAH ISLMIYAH)

pikiran muda

QUO VADIS POLITIK PERTI Oleh: Mh Sholihin PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) didirikan oleh H Sirajuddin Abbas pada Tahun 60-an, yang didorong oleh pradigma H. Sirajuddin Abbas bahwa agama harus ikut andil dalam gerakan politik, sebab agama akan mapan jika dilegitimed oleh Negara. Pemikiran H. Sirajuddin Abbas ini diterima dan kemudian Syekh Sulaiman Ar-Rasuly merestui berdirinya PERTI sebagai wadah aspirasi politik warga Tarbiyah Islamiyah. Prestasi tertinggi yang pernah diraih oileh PERTI dalam perjalanan politiknya ialah duduknya H Sirajuddin Abbas sebagai menteri agama pada masa pemerintahan Soekarno, namun seiring waktu libido politik tokoh-tokoh PERTI tidak terkendali dan klimaksnya terjadinya perebutan kekuasaan didalam tubuh PERTI, sehingga PERTI secara perlahan-lahan mulai premature. Hal ini disebabkan libido politik terlalu besar sedangkan Desire Of Unity sangat kecil. Prilaku tokoh-tokoh PERTI ini menyayat hati ulama-ulama tua termasuk didalamnya Syekh Sulaiman Ar-Rasuly. Tidak lama berselang setelah terjadinya kekacauan di tubuh PERTI Syekh Sulaiman Ar-Rasuly menyerukan untuk kembali kekhittah “ bergerak dan menguatkan gerakan dibidang dakwah, pendidikan dan social�. Dengan keluarnya dekrite ini sejarah Tarbiyah Islamiyah berwajah baru, dan dalam aspirasi politiknya terpecah dua kutub, pertama. Kutub yang memberikan suaranya pad partai golkar dan satu lagi kepada PPP. Cahaya Tarbiyah islamiyah mulai redup apalagi setelah ulama-ulama tua yang mendirikan Tarbiyah Islamiyah mulai meninggal satu persatu, dan gerakan Tarbiyah Islamiyah kehilangan inspirasi dan spirite. Sejarah PERTI secara aktualnya tidak terlepas dari sejarah politik praktis, yang selalu bersembunyi dibalik kebesaran nama Tarbiyah Islamiyah, untuk menduduki jabatan-jabatan structural, lacur memang prilaku PERTI yang selalu menjual nama bahkan memamfaatkan jamaah Tarbiyah Islamiyah untuk kepentingan politik. Kalau diamati lebih dalam tindakan-tindakan yang dilakukan oleh PERTI dapat digolongkan sebagai simbolisasi politik, dimana PERTI menjadikan nama besar Tarbiyah Islamiyah untuk menarik simpati dan empati dari warga Tarbiyah Islamiyah, hakikinya dibalik simbolisasi politik ini terselubung scenario rekayasa yang besar, sehingga warga Tarbiyah Islamiyah hanya dijadikan Tebu “ habis manis sepah dibuang’. Baru-baru ini kita melihat dan menyaksikan bagaimana PERTI kembali merebut symbol besar bagi Tarbiyah Islamiyah, yaitu Madrasah Tarbiyah Islamiyah Candung dan melakukan pelantikan dan musyawarah di Candung, kalau kita analisis dengan persfektife politik hal ini dilakukan tidak lain untuk merebut otoritas symbol dari Tarbiyah Islamiyah itu sendiri. Di samping itu ironis memang ketika pihak sekolah merespon trik PERTI tanpa terlebih dahulu merunut sejarah PERTI apakah masih mempunyai kekuatan konstitusi untuk didukung sebagai organisasi setelah keluarnya dekrit Inyiak Candung. memang pada dasarnya hubungan antara politikus dan isntitusi pendidikan bersipat mutualisme simbiosis, yang kerjasamanya diikat oleh saling menguntungkan dan saling berbagi manfaat, politikus memberikan uang dan institusi pendidikan siap mengkondisikan massa untuk sang politikus. Hal inilah yang terjadi antara PERTI dan MTI Candung sekarang, sampai kapan MTI Candung akan melacurkan diri pada politikus-politikus kambuhan yang selalu memakai topeng primodialisme untuk mengelabui warga Tarbiyah Islamiyah. Selayaknya para kaum tua dan pihak yang memengang otoritas di MTI Candung yang bertangung jawab atas kelansungan detak jantung Tarbiyah Islamiyah berangkat dari asumsi bahwa hubungan yang dibangun oleh PERTI dengan MTI Candung berdasarkan hubungan yang politis oriented, dan idealnya asumsi ini menjadi pengada bagi kaum tua untuk kembali mengusir politikus-politikus kambuhan agar jangan selalu mengerogoti tubuh dan mesin-mesin yang mengerakan Tarbiyah Islamiyah. Jika PERTI yang baru sekarang masih berkutat dengan Political Interest maka barang tentu warga Tarbiyah Islamiyah akan dilacurkan untuk merebut kursi kekuasaan pada tahun 2009 nanti. Selalu saja warga Tarbiyah Islamiyah akan jadi petarung dan selalu dihadapkan dengan urusan-urusan yang rilnya adalah urusan yang aneh dan sama sekali lain bagi warga Tarbiyah Islamiyah. Dekrite yag dikeluarkan oleh Inyiak Canduang sudah cukup menjadi kompas mau kemana warga tarbiyah islamiya diarahkan. Dekrite inyiak Canduang sekarang tidak lebih sebagai mantera yang dijadikan untuk menakuti-nakuti musuh politik bagi orang yang berkepentingan. Padahal dekrite ini bersipat formal dan mengikat bagi warga Tarbiyah Islamiyah tanpa kecuali dan dekrite kembali ke khittah seharusnya diimplemetasikan dalam membimbing perjalanan Tarbiyah Islamiyah, agar kekuatan yang ada di lingkungan Tarbiyah Islamiyah terkonsetrasi untuk memperhatikan MTI-MTI yang ada, agar eksitensi MTI selalu dapat dipertahankan dan tidak runtuh oleh kompleksitas modernisasi dan kompetisi pendidikan. Jika Quo Vadis PERTI yang baru sesuai khittah maka barang tentu akan diridhoi oleh Allah SWT dan tentunya akan menjadi obat bagi warga Tarbiyah Islamiyah yang selama ini telah dilukai oleh politiku-politikus PERTI. MAHASISWA TARBIYAH ISLAMIYAH BERSATULAH!!!! RUNTUHNYA MITOS PENDIDIKAN MODERN Oleh: Muhammad Sholihin (sekretaris umum PB Asosiasi Mahasiswa AR-Rasuly) Pendidikan dalam sejarah manusia merupakan sesuatu yang menyatu dengan diri manusia itu sendiri, pendidikan tidak bisa dipisahkan dari peradaban manusia sebagai sebuah pilar dari peradaban. Dan Pendidikan dalam realitasnya telah menjadi kebutuhan yang mendasar (need necessity) bagi seorang manusia. Begitu pentingnya pendidikan hampir semua aspek kehidupan baik dalam masyarakat, maupun dalam Negara menjadikan pendidikan sebagai sebuah prioritas--pendidikan telah menjadi perjuangan bersama dan ditujukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh sesuatu Negara. Pendidikan dalam masyarakat modern telah mejadi sesuatu yang bersenyawa dalam strata social, semangkin tinggi pendidikan seseorang, maka semangkin tinggi status socialnya ditengah masyarakat. Pada gholibnya pendidikan telah diterima sebagai kebutuhan secara massif, mulai dari kalangan kuli, ilmuwan sampai birokrat dan mengatakan bahwa pendidikan itu penting adanya. Dalam hal ini Negara mengatur pendidikan dengan UUD 45 yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan pendidikan bagi rakyat dijamin oleh pemerintah. Negara melihat bahwa majunya dan pesatnya sebuah pembangunan tergantung pada tingkat pendidikan yang di dapat oleh rakyat, sehingga dalam hal ini pemerintah selalu mengenjot libido untuk melakukan proses pendidikan kepada masyarakat dan generasi muda. Kalau kita amati sejarah pendidikan di Indonesia lebih tua umurnya dibanding Negara republic Indonesia ini sendiri. Pendidikan selalu berevolusi dari bentuk yang sederhana menjadi bentuk yang modern. Pada beberapa decade belakangan ini pendidikan mulai dilakukan proses modernisasi, hal ini diilhami dari model pendidikan barat yang relatife dikatakan modern dibanding pendidikan dibelahan dunia lainya. Sehingga Negara ketiga terobsesi untuk meniru model pendidikan barat, dengan cara merubah system pengajaran, seperti kurikulum dan media pembelajaran seperti pengunaan teknologi. Modernisasi pendidikan ini mengkibatkan timbulnya stigma positife dari masyarakat terhadap dunia pendidikan modern , hal ini mengakibatkan Public Desire masyarakat untuk melakukan proses pendidikan di institusi modern semangkin meningkat setiap periode, dapat kita simpulkan semangkin tinggi tingkat modernisasi pendidikan, maka semangkin tingggi pula tingkat preference masyarakat untuk melakukan proses pendidikan di institusi tersebut. Kalau kita kaji lebih dalam ada beberapa mitos sebenarnya yang mengakibatkan Public Desire masyarakat untuk sekolah di institusi pendidikan modern, Pertama. Pendidikan modern akan mengakibatkan kecerdesan anak didik dapat dikontrol untuk ditingkatkan. Kedua. Pendidikan modern menjanjikan peluang kerja yang besar bagi anak didiknya. Ketiga. Semangkin tinggi opportunity cost yang dikeluarkan untuk belajar di pendidikan modern, maka semangkin tinggi pula nilai pendidikan yang didapat. Aktualnya Ketiga mitos ini mendorong terciptanya hasrat public (public desire) dikalangan masyrakat untuk melakukan proses pendidikan di Institusi pendidikan modern, Public Desire ini tidak saja menimbulkan efek yang lansung terhadap preference masyarakat, tetapi juga menimbulkan Neodichotomy (dikotomi baru) terhadap institusi pendidikan dengan berbekal logika Antagonis “ pendidikan modern lebih baik, sedangkan pendidikan tradisional pendidikan yang tidak baik�, dengan merebaknya logika sepeti ini mengakibatkan menurutnya minat masyarakat terhadap pendidikan tradisional (pesantren). Seiring berjalannya waktu pendidikan modern berkembang dengan pesat, namun kalau kita perhatikan pendidikan modern dalam visi-nya selalu mengedapankan hasil dibanding proses yang diberikan kepada anak didiknya. Hal ini mengakibatkan distorsi terhadap Mindset anak didik ‘bahwa yang penting dari pendidikan bukanlah proses, namun adalah hasil yang diungkapkan dengan angka-angka kuantitaif. Sesuailah kiranya dikatakan bahwa pendidikan di Indonesia adalah pendidikan kuantitatif yang menilai berhasil tidaknya sebuah pendidikan dengan angka-angka, semangkin tinggi nilai-nilai yang didapat oleh anak didik maka semangkin tinggi tingkat keberhasilan sebuah institusi pendidikan, bisa kita katakan antara keberhasilan pendidikan memiliki hubungan yang positife dengan nilai yang diungkapkan dengan angka-angka. Model pendidikan modern aktualnya telah meruntuhkan bangunan pendidikan itu sendiri, dalam hal ini Poulo freire menuturkan ‘sebuah pendidikan seharusnya dilakukan dengan proses pendidikan yang dialogis’, tetapi dalam institusi pendidikan modern kecenderungan pendidikan dilakukan dengan cara monolog. Sehingga hasil dari pendidikan yang model ini tidak memiliki Sense Of social Movement (kepekaan terhadap perubahan sosial). Alumni-alumni dari institusi pendidikan modern lebih banyak bersipat individualistic ketimbang menjadi seorang sosialis. Sehingga misi yang diembannya dalam kehidupannya tidak pernah lepas dari Interest Self. Kalau kita runut kebelakang ternyata pendidikan modern tidak memiliki Track Record yang baik untuk melakukan perubahan social, waktu demi waktu pendidikan modern hanya sibuk dengan memproduksi bibit kader-kader kapitalis yang tidak peduli dengan lingkungan, Mitos-mitos yang selama ini dianut oleh masyarakat tentang pendidikan modern mulai redup, karena pendidikan modern tidak pernah menawarkan obat bagi demoralisasi bangsa yang sedang terjadi. Runtuhnya mitos pendidikan modern ini dapat dilacak dari adanya gap antara output pendidikan modern yang dipikir oleh masyarakat dengan realitas yang terjadi. Terorisme intelektual dan sadisme intelektual adalah hasil yang diproduksi oleh dunia pendidikan moden. Pendidikan modern adalah anak kandung dari kapitalisme pendidikan , profit dan keuntungan yang digaet dari proses pendidikan telah dijadikan tujuan utama dari pendidikan modern. Keikhlasan dan kepedulian adalah dua hal yan dianggap mitos dalam pendidikan modern. Penganguran structural meningkat seiring meningkat para sarjana, kriminalisasi meningkat ditengah-tengah merebaknya orang terdidik, fenomena ini dapat dikatakan sebagai sebuah indicator mitos pendidikan modern kian rapuh. Selayaknya harus ada pendidikan alternatife yang mengedepan visi Eviromentalistik (keutuhan lingkungan), sehingga pendidikan yang dijalankan atas pradigma keutuhan lingkungan tidak lagi menguras modal sosial.