PERBEDAAN ADALAH RAHMAT
Oleh: Ahmad Syarif H*
Perbedaan adalah rahmat. Mungkin inilah kata yang tepat untuk menghadapi realita yang terjadi sekarang ini. Memang perbedaan (pluralitas) yang terjadi di dalam kehidupan tidak bisa dihindari karena merupakan salah satu sunatullah yang telah ditetapkan, sejak muncul dan lahirnya hidup dan kehidupan di dunia ini. Allah SWT menjadikan dan menetapkan sesuatu pasti memiliki maksud dan tujuan yang kadangkala manusia dengan berbagai keterbatasan dan kelemahan yang dimiliki tidak mampu melihat dan mengetahui apa yang ada di balik hal yang telah Allah tetapkan tersebut.
Siapa pun mengetahui dan mungkin telah merasakan, bahwa dengan adanya perbedaan yang muncul di tengah-tengah kehidupan, telah membawa kearah suatu perkembangan yang sangat signifikan. Dengan perbedaan, suatu peradaban yang pada awalnya vacum, seiring dengan perkembangan zaman telah tercerahkan dan bahkan hampir mencapai puncak peradaban yang diimpi-impikan, yaitu suatu peradaban yang menjunjung tinggi rasional dan bukti empiris yang pada akhirnya mengantarkan pada suatu tatanan masyarakat yang selalu memperhatikan nilai-nilai ilmu pengetahuan yang merupakan puncak kulminasi dari apa yang telah Allah dan Rasul-Nya perintahkan. Dengan adanya perbedaan, pemahaman seseorang terhadap suatu objek yang selama ini dianggap sebagai suatu hal yang paling benar bisa lebih berkembang dan tercerahkan yang pada akhirnya akan membawa suatu dampak yang positif bagi kelangsungan hidup dan kehidupan dalam suatu masyarakat yang heterogen.
Perbedaan memang merupakan suatu hal yang jika disikapi dengan ekslusif akan mengakibatkan bomerang bagi berlangsungnya hidup bermasyarakat. Hal ini memang tidak bisa dipungkiri mengingat hakikat dari sebuah perbedaan adalah tidak adanya titik temu dan kata sepakat dalam memandang berbagai permasalahan yang ada. Perbedaan ini kadang kala terjadi dalam masalah-masalah sosial dalam pengertian umum, namun kadang kala perbedaan ini menyentuh dan bahkan telah masuk dalam ranah ideology yang nota bene merupakan suatu hal yang sangat sensitif karena ia dianggap suatu hal yang bersifat transenden dan bahkan sakral yang tidak boleh diganggu gugat oleh pihak manapun, baik itu perorangan maupun kelompok.
Memang ada benarnya orang yang mengatakan bahwa ideology harus dipertahankan karena ia merupakan salah satu identitas seseorang. Tetapi, meskipun ia merupakan suatu hal yang mesti dipertahankan, bukan berarti seseorang harus bersikap anti pati terhadap ideology orang lain. Dalam menyikapi perbedaan yang terjadi dalam ranah yang disebut terakhir ini, penulis ingin mempertanyakan - (berdasarkan pengalaman penulis dan wacana yang selalu berkembang bahwa antara satu kelompok Islam dengan kelompok Islam lainnya seperti Tarbiyah, Muhammadiyah, Hizbut Tahrir, dan NU di Sumbar selalu berada dalam wacana konflik) - apakah seseorang yang memiliki kemampuan intelektual yang lebih baik bila dibandingkan dengan masyarakat umum masih menganggap semua paham yang berasal dari kelompoknya adalah suatu hal yang paling benar sehingga paham dan ide-ide yang berasal dari luar kelompoknya adalah hal-hal yang mesti dihindari dan bahkan dianggap suatu hal yang "haram" ???
Kalau jawabannya sama (iya), apa yang melatarbelakangi pendapat tersebut dan apakah hal tersebut sudah sesuai dengan nilai-nilai Islam (values of Islam) yang diajarkan oleh Syari'. Dan apa hak kita dan sejauh mana otoritas kita sehingga dengan mudah menganggap orang yang berbeda dengan kita adalah orang-orang yang "sesat"?
Dan kalau jawabannya adalah berbeda (tidak), kenapa ada diantara kita yang masih membedakan antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Apakah kelompok lain itu termasuk orang-orang yang "sesat" ?? Kalau mereka bukan orang yang "sesat" jangan-jangan kita-lah yang sebenarnya "sesat" ?? Karena, kita mesti mempertanyakan apa sumbangsih kita terhadap kemajuan Islam, apa peranan kelompok kita selama ini dalam usaha membumikan ajaran-ajaran Islam dan mana perhatian kita terhadap masyarakat sekitar (kehidupan sosial)? Bukankah kita selama ini hanya mementingkan kehidupan pribadi dengan melibatkan diri dalam kancah politik (pecundang politik) tanpa memberikan bukti real bagi masyarakat yang selama ini telah menderita dalam kebodohan!! Mana lembaga tinggi pendidikan kita, rumah sakit dan sarana publik lainnya ?? Apakah ini "kelompok yang paling benar" yang hanya berhak masuk syurganya Allah ?? kalau memang kita masih lemah (dalam politik) bukankah lebih baik kita bersahabat, bergabung dan belajar dari mereka ??
Seseorang yang menjunjung tinggi suatu perbedaan yang dilandasi dengan ilmu pengetahuan pasti mengetahui bahwa apa yang kelompok lain amalkan (dalam beribadah) misalnya- kalau itu yang menjadi perselisihan- semuanya bersumber dari Al-Quran yang satu, Al-Sunnah yang berasal dari Rasul yang satu. Namun, selama ini telah terjadi suatu pendoktrinan pemikiran-pemikiran ekslusif yang sama sekali tidak mengakui adanya perbedaan yang begitu banyak terdapat dalam Islam. Kenapa ideologi seperti itu harus dipertahankan dan dilestarikan? Bukankah salah seorang filosof besar Islam dan ahli fiqh di abad ke 12, Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayat al-Mujtahid secara implisit telah mengajak kita untuk hidup dan bersikap toleran, menghargai, dan menghormati pendapat orang lain?
Terlepas dari apa paham yang kita anut sekarang, memperjuangkan kehidupan sosial yang merupakan salah satu nilai-nilai keislaman mesti dilakukan. Dan hal ini menurut hemat penulis hanya bisa terwujud dengan adanya sikap saling mendukung antar kelompok muslim, tanpa menonjolkan perbedaan yang ada, agar apa yang dicita-citakan oleh Al-Quran, Sunnah Rasul dan akal yang sehat dapat tercapai dan terealisasikan.
Perbedaan adalah harta yang paling berharga yang karenanya manusia bisa hidup dan berkembang menuju arah yang lebih maju. Kelompok atau seseorang yang selama ini kita idolakan dan banggakan boleh jadi bukan satu-satunya jalan menuju kebenaran dan menjamin masa depan. Tetapi yang mesti dan layak untuk dibanggakan adalah kelompok dan orang-orang yang memiliki jiwa "kislaman" dan mempraktikkan nilai-nilainya, meskipun mereka berasal dari golongan Islam yang lain bahkan dari non-muslim sekalipun.
Sebagai mahluk intelek dan agent of change kita harus jeli dan kritis melihat berbagai fenomena yang ada. Apakah suatu ideology yang sudah jelas-jelas membekukan pola pikir dan mindset, harus dipertahankan hanya karena sebuah tujuan yang semu dan ambigu??
Untuk menjawab semua ini, dengan adanya perbedaan yang disikapi dengan inklusif kita bisa lebih leluasa menentukan arah dan tujuan yang tentunya didasari oleh pertimbangan yang rasional dan kritis serta sistematis demi tercapainya apa yang kita, masyarakat dan agama cita-citakan.
Wassalam.
*Alumni MTI Candung 2004-2005, Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan DarusSunnah Hight Institute For Hadith Sciences Jakarta.
teroueskan membina tabijah islamijah ini sesoai dengan peladjaran yang koe berikan(syekh sulaiman ar-rasully)
Tuesday, February 13, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment