MELACAK AKAR KRISIS TARBIYAH ISLAMIYAH
Oleh: Muhammad Sholihin
(Generasi Muda Tarbiyah Islamiyah)
Secara factual posisi Tarbiyah Islamiyah ditengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini telah mengalami penurunan, Indikator-indikator penurunan posisi ini dapat dilihat dari. Pertama, di bidang pendidikan. Pendidikan bagi Tarbiyah Islamiyah adalah Pondasi yang paling mendasar dalam proses Transformasi nilai-nilai agama, Budaya dan ideologi. Dalam konteks ini sekolah adalah media yang panting dalam proses pendidikan ini. Akan tetapi realitasnya Sekolah (MTI) yang merupakan media pendidikan bagi Tarbiyah Islamiyah telah mengalami krisis, seiring adanya diskoneksi antara sekolah dengan organisasi Tarbiyah Islamiyah, sehingga sekolah saat ini Dalam prakteknya menjalankan misi pendidikan dan proses transformasi nilai-nilai ideologi berjalan sendiri tanpa adanya dukungan dari organisasi Tarbiyah Islamiyah, disisi lain kita melihat sekolah (MTI) kini terjebak dalam pikiran pragmatisme yang didorong oleh krisis komunikasi antara komponen organisasi Tarbiyah Islamiyah dengan praktisi pendidikan dalam lingkungan sekolah-sekolah (MTI). Pragmatisme inilah pada gholibnya yang menyebabkan kemunduran Human Resourches yang diproduksi oleh sekolah (MTI) dalam pergulatan-Nya di dunia pendidikan.
Kedua, di bidang Dakwah--aspek Dakwah sebagai komponen kedua dalam untaian kalimat khittah Tarbiyah Islamiyah, kini tidak lagi menampak reaksi apa-apa terhadap proses pencerahan masyarakat Tarbiyah Islamiyah. Karena pada dasarnya dakwah hari ini pada tradisi Tarbiyah Islamiyah telah mengalami proses Turning Point yang mengarah pada bentuk kemunduran di bidang dakwah. Aktualnya Hampir disetiap MTI, dan basis-basis massa masyarakat Tarbiyah Islamiyah tradisi dakwah tidak lagi menjadi pilihan dalam proses pencerahan diri, masyarakat dan agama. Hal ini rilnya disebabkan karena tidak adanya program yang mengarah secara intens ke bidang dakwah dalam mengopersionalkan organisasi Tarbiyah Islamiyah. Ketiga, Dekrementasi di Bidang Sosial--aspek Sosial sesuai dengan khittah merupakan muara dari implementasi aspek pendidikan dan dakwah. Dimana Respon yang baik terhadap kondisi sosial bagi Tarbiyah Islamiyah adalah sebuah pencitraan dari pendidikan dan dakwah yang kuat. Akan tetapi hari ini Tarbiyah Islamiyah telah kehilangan kepekaan terhadap kehidupan sosial, hal ini terbukti dengan lemahnya organisasi Tarbiyah Islamiyah dalam ekonomi dan politik.
Dalam ekonomi Tarbiyah Islamiyah tidak mempunyai sel-sel ekonomi yang kuat, karena memang tidak adanya badan secara struktural dalam organisasi Tarbiyah Islamiyah yang mengarah pada pemberdayaan ekonomi dalam kontek kehidupan ekonomi mikro dan makro. Disamping itu secara politik Tarbiyah Islamiyah dalam prakteknya diseret kedalam persepsi bahwa Tarbiyah Islamiyah itu adalah anak tiri dari partai Golkar. Persepsi ini pada dasarnya adalah stimulator yang mengakibatkan orang-orang Tarbiyah Islamiyah tidak lagi dipandang sebagai element yang disegani dalam bidang politik--efek negative dari kondisi ini bagi Tarbiyah Islamiyah ialah tidak adanya Political Power yang dimiliki oleh Tarbiyah Islamiyah, sehingga Tarbiyah Islamiyah dengan sendirinya tidak lagi mempunyai Bargaining Position dalam bidang politik.
Penurunan posisi Tarbiyah Islamiyah di tengah-tengah gemuruh kehidupan aktualnya distimulasi oleh terjadinya Diskomunikasi antara komponen-komponen yang membentuk bangunan Tarbiyah Islamiyah. Secara prinsipil ada tiga komponen yang membentuk bangunan Tarbiyah Islamiyah yaitu: Sekolah, Masyarakat (jama'ah Tarbiyah Islamiyah), dan organisasi Tarbiyah Islamiyah. Komunikasi antar komponen-komponen Tarbiyah Islamiyah ini idealnya diperankan oleh organisasi Tarbiyah Islamiyah secara structural, akan tetapi dalam prakteknya komunikasi ini terputus disebabkan adanya Vested interest (kepentingan) pemimpin organisasi Tarbiyah Islamiyah terhadap sekolah, dan masyarakat. Terputusnya komunikasi ini menyebabkan komponen Tarbiyah Islamiyah tercerai berai dan cenderung berjalan sendiri-sendiri dalam menjalankan perannya masing-masing.
Kalau kita lacak lebih radikal Putusnya komunikasi ini disebabkan oleh terjadinya krisis pada tubuh Tarbiyah Islamiyah, krisis yang dimaksud adalah. Pertama, krisis kepemimpinan. Krisis ini pada dasar disebabkan oleh karakter-karakter pemimpin yang memegang otoritas dalam organisasi Tarbiyah Islamiyah lebih mengutamakan Performance Politik, dibanding aksi untuk melakukan pendampingan dan pengembangan organisasi Tarbiyah Islamiyah menjadi organisasi yang mempunyai akar yang kuat. Di samping itu krisis kepemimpinan yang melanda tubuh organisasi Tarbiyah Islamiyah, aktualnya disebabkan oleh basis pemimpin yang tidak jelas, sehingga secara ril ketidak jelasan ini menyebabkan proses pembusukan-pembusukan di tubuh organisasi Tarbiyah Islamiyah dan pada akhirnya terjadilah Eksploitasi terhadap masyarakat Tarbiyah Islamiyah--masayarakat Tarbiyah Islamiyah selama ini telah dinina bobokan dengan kidung-kidung "Buya Kita, Syekh Kita dan wajib kita besarkan", namun ironis setelah si buya mendapat kursi empuk masyarakat tarbiyah Islamiyah malah dilempar kekeranjang sampah, Kalau seandai pendiri-pendiri tarbiyah Islamiyah ini masih hidup, Inyiak Candung, Inyiak Jaho akan Meludahi muka-muka munafik yang selama ini telah mencari kehidupan di Tarbiyah Islamiyah dan tanpa mau memberikan kehidupan kepada komunitas-Nya.
Aktualnya ikatan sosio-historis yang ada dalam darah pemimpin tarbiyah islmiyah secara hakikinya menjadi batu Tapal pengembangan organisasi Tarbiyah Islamiyah, akan tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Hal ini diperkuat oleh ketidak jelasan nilai-nilai ideologis yang dimiliki oleh Pemimpin Organisasi Tarbiyah Islamiyah ini. Kedua, Krisis Sumber Daya Manusia, krisis ini merupakan problema yang sangat menghambat Perkembangan dan pertumbuhan organisasi Tarbiyah bahkan berimbas pada dekrementasi harkat dan martabat masyarakat Tarbiyah Islamiyah dimata organisasi dan masyarakat lain. Secara gamblang kita bisa melihat Generasi-generasi muda Tarbiyah Islamiyah hampir tidak mendapat tempat dalam kancah kehidupan berbangsa dan bernegara, hal ini disebabkan Potensi-potensi yang dimilikinya tidak bisa menembus persaingan global yang kian sengit dan alot. Dekrementasi kapasitas intelektual pada generasi-generasi Tarbiyah Islamiyah didorong oleh ketidak jelasan Orientasi yang diproduksi oleh institusi-institusi pendidikan Tarbiyah Islamiyah. Sebagai Parameter yang menunjukan terjadinya Dekrementasi sumber daya manusia ini ialah Sekolah (MTI) sekarang tidak lagi mampu memproduksi santri-santri yang mampu membaca kitab gundul, ini adalah realitas yang membatu dalam napas kehidupan Tarbiyah Islamiyah.
Krisis-krisis di atas terus mengerogoti tubuh organisasi Tarbiyah Islamiyah dan krisis ini telah menyebabkan sendi-sendi kehidupan dalam komunitas Tarbiyah Islamiyah roboh seiring merajalelanya Sikap Simulacrum Politik (politik kepalsuan) yang didedahkan oleh pemimpin-pemimpin Tarbiyah Islamiyah. Diluar sana rilnya masih Banyak yang ingin berbicara, mengutuk sikap Political Simulacrum yang dipertontonkan oleh pemimpin Tarbiyah Islamiyah, hal ini mendapat momentum-nya pada Musda persatuan tarbiyah islmiyah yang akan digelar pada tanggal 4-7 Mei mendatang, agar telinga-telinga dan mata-mata malas yang selama ini telah dilelapkan oleh Atmosfer Hipokrasi mampu bangkit dan melakukan Koreksi secara fundamental terhadap organisasi Tarbiyah Islamiyah, Allahu A'lamu■
1 comment:
Sudah sa'atnya juga bagi setiap alumni MTI manapun disumatera barat ini melakukan perubahan. begitu juga MTI itu sendiri, dimana sampai hari ini masih kaku dengan pemahaman satu mazhab saja, serta fanatisme dan taklid buta yang dapat mematikan potensi para santri. apa lagi masih banyak ditemukan dalam kurikulum ketarbiyahan (ilmu agama) buku-buku berisikan dalal-dalil yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. seperti hadits-hadits dha'if, palsu. salahsatu kitab yang populer adalah duratun nashihin, dan kitab-kitab tasauf yang lainnya.
Wallahu a'lam...
Post a Comment