HOLOCAUST PENDIDIKAN BERBASIS KEKERASAN
Oleh: Muhammad Sholihin
(Kabid. PA- HMI Komisariat Syari'ah IAIN "IB")
Kemegahan dan kekaguman akan IPDN, sontak saja Sirna setelah kasus kematian Cliff Muntu Tersikap sebagai tumbal pendidikan berbasis kekerasan. mulut-mulut yang awal-nya berdecak kagum seketika berubah menjadi sumpah serapah yang seolah-olah siap memamah IPDN secara membabi Buta. Begitu besar Holocaust pendidikan berbasis kekerasan yang diproduksi oleh IPDN. Ini semua Telah menyeret bangsa ini kedalam kegalauan yang cukup akut.
Sejarah IPDN adalah potret gelap sejarah pendidikan Indonesia. kekerasan yang diproduksi oleh Praja-praja IPDN telah membawa institusi ini menjadi ikon kekerasan dalam bidang pendidikan di Tanah Air. IPDN yang dalam khittah-Nya sebagai sebuah institusi pendidikan yang memproduksi birokrat-birokrat yang akan menjadi pelayan rakyat serta memberikan ketauladanan bagi khalayak ramai, dimana figur yang moralis dan populis idealnya merupakan figur yang dilahirkan dari IPDN. Namun dalam prakteknya IPDN hanya memproduksi figur-figur yang jauh dari ketauladanan, hal ini dipahami dari kasus demi kasus kekerasan ditampilkan dengan vulgar dimata public oleh IPDN--kasus kematian Cliff Muntu, Wahyu Hidayat dan kasus-kasus kematian mahasiswa IPDN yang disebabkan kekerasan praja-praja senior lainnya merupakan tanda bahwa IPDN telah menjadi mesin produksi kekerasan di bidang pendidikan di tanah air, walaupun kasus ini merupakan fakta parsial, akan tetapi kasus kekerasan yang terjadi di IPDN telah menjadi fakta yang menyeret IPDN sebagai institusi yang menjadi ikon kekerasan dalam bidang pendidikan di tanah air.
Inu Kencana sebagai seorang dosen yang idealis telah membuka tabir-tabir holocaust IPDN ke ranah publik. Dalam laporan Inu Kencana ke Publik terdapat 35 kasus kekerasan yang menyebatkan kematian di IPDN, akan tetapi hanya 10 Kasus yang tercatat sebagai kasus kematian yang disebabkan oleh kekerasan yang telah mengkultur di IPDN ini. Kekerasan-kekerasan yang terjadi di IPDN telah menjadi kultur yang semi legal, hal dapat di pahami dari perilaku elit yang seolah-olah menyembunyikan borok-borok kekerasan yang berlansung di IPDN. Apakah yang mendorong kekerasan di IPDN sehingga langgeng dalam tubuh institusi ini?.
Melacak Logika Kekerasan di IPDN
Kalau kita Elaborasi akar dari kekerasan yang terjadi d IPDN, aktualnya berawal dari logika yang cukup sederhana "praja IPDN adalah calon-calon birokrat yang akan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mereka adalah kader-kader yang harus disiplin dalam bertugas" logika ini diekspresikan dalam bentuk tindakan Edukasi berbasis kekerasan. Agar calon-calon praja ini tetap disiplin, maka senior-senior memformulasi logika-logika kekerasan dalam bentuk Ereksi kekerasan phisik.
Kalau kita lacak lebih radikal aksi-aksi kekerasan yang berlansung di IPDN dapat digolongkan kepada kekerasan lansung (Direct Violence). Jamil Salmi dalam bukunya " kapitalisme dan kekerasan" mendefenisikan kekerasan lansung dengan tindakan yang menyerang fisik atau psikologis seseorang secara lansung. Kekerasan yang dilakukan oleh praja-praja senior di IPDN berlasung dalam Bentuk kekerasan yang menyerang phisik dan psikologis. Kekerasan phisik dalam bentuk pukulan-pukulan yang diarahkan pada bagian-bagian vital praja-praja junior, hulu hati, kelamin, kepala menjadi sasaran empuk pukulan-pukulan praja senior. Sedangkan kekerasan dalam bentuk Psikologis berbentuk bentakan, menyerang Mentalitas dengan memberitakan berita pertakut seperti akan dikeluarkan dari IPDN. Kedua kekerasan ini pada dasar-nya ditujukan untuk membentuk perilaku disiplin pada diri praja-praja junior. Apakah untuk melembagakan kedisiplinan hanya kekerasan sebagai metode jitu? Jawaban jelas tidak masih Banyak pilihan metode lainnya dalam melembagakan sikap disiplin dalam pribadi-pribadi praja.
Kekerasan sangat erat hubungan-nya dengan perilaku Destruktif. Dimana kekerasan merupakan sebuah bahasa yang digunakan untuk melakukan proses destruktif, sebagaimana Halnya Hitler melakukan Genosida (Genoicide) yang ditujukan untuk mendestruktifkan keadaan perlawanan Ras lain terhadap kekusaan politik yang sedang di kuasai oleh Hitler. Dalam kontek ini Erich Fromm dalam Bukunya "The Anatomy Of Human Destructiveness" Mengeksplorasi sebuah Terminologi yang mengacu pada kekerasan destruktif. Dan Fromm menyebutnya dengan Vengeful Destructiveness (destruktif kesumat) term ini mengacu pada reaksi kekerasan spontan terhadap siksaan yang dialami oleh seseorang atau kelompok. Secara ril Ada dua kareakter pada Vengeful Destructiveness. Pertama, ia terjadi setelah dilakukannya tindakan yang merugikan dan dengan demikian ia bukanlah upaya untuk mempertahankan diri dari anacaman yang membahayakan. Kedua,intensitasnya lebih tinggi dan merupakan kekejaman atau kekerasan yang memperturutkan hawa nafsu yang tiada habisnya. Sifat ini juga diistilahkan sebagai sifat "haus dendam".
Kekerasan yang terjadi di IPDN merupakan sebuah Reaksi yang ditimbulkan oleh pelembagaan kedipsilinan dengan metode kekerasan dan kekerasan ini terus dilaksanakan dengan memakai metode mata rantai "Senior-Junior" dan ini terus berlansung secara Talsalsul (Tanpa Henti). Dalam kondisi ini kekerasan-demi kekerasan adalah aksi dendam yang ditimbulkan oleh senior-senior yang telah memperlakukan junior-junior mereka secara tidak manusiawi, makanya ketika mereka menjadi senior mereka akan melakukan hal yang sama terhadap junior-junior mereka. Kekerasan yang terjadi di IPDN tanpa disadari telah berubah menjadi kekerasan sistemik. Kekerasan sistemik di IPDN secara aktualnya telah menjadi kultur dan dilakukan serapi mungkin dan telah memiliki akar-akar yang sulit ditembus dengan Reaksi sterilisasi.
Holocaust Pendidikan Berbasis Kekerasan
Kemegahan dan kekaguman akan IPDN, sontak saja Sirna setelah kasus kematian Cliff Muntu Tersikap sebagai tumbal pendidikan berbasis kekerasan. mulut-mulut yang awal-nya berdecak kagum seketika berubah menjadi sumpah serapah yang seolah-olah siap memamah IPDN secara membabi Buta. Begitu besar Holocaust pendidikan berbasis kekerasan yang diproduksi oleh IPDN. Ini semua Telah menyeret bangsa ini kedalam kegalauan yang cukup akut.
Pendidikan yang didirikan atas pondasi transformasi kekerasan yang dilembagakan di IPDN telah menjadi Holocaust yang mendorong timbulnya sumpah serapah dari berbagai kalangan di Tanah Air. Mulai dari kalangan elit sampai Murid Taman Kanak terdorong Mecaci dan menyumpahi proses transformasi kekerasan di IPDN. Reaksi dan isomasi muncul sebagai sebuah respon terhadap holocaust yang timbul oleh proses transformasi di IPDN ini.
Tuntutan perombakan sampai dengan tuntutan Pembubaran IPDN yang memakan APBN 4 kali lebih besar dari Anggaran untuk Universitas negeri lain-Nya. Holocaust yang ditimbulkan oleh IPDN ini telah mejadikan pendidikan tinggi kedinasan sebagai potret buram pendidikan kedinasan. Tawaran-tawaran mengalir dari berbagai pakar sebagai sebuah penawar racun-racun kekerasan yang telah dilembagakan di IPDN. Perombakan Fundamental dengan memutus satu Generasi menjadi pilihan President Susilo Bambang Yudhoyono untuk melakukan revolusi kultur kekerasan di IPDN ini. Bahkan dari kepala-kepala daerah meminta IPDN dikembalikan kedalam bentuk awalnya "desentralisasi lokasi pendidikan" yang bertempat di daerah-daerah, lahir sebagai bentuk reaksi dari holocaust proses transformasi berbasiskan kekerasan di IPDN. Sebuah Teori yang relevan untuk dijadikan pertimbangan dalam mengimplemtasikan kebijakan yang diarahkan untuk mengikis akar-akar kekerasan di IPDN "Budaya akan mengalami proses perubahan, jika datang Budaya lain yang lebih kuat". Artinya bahwa kekerasan yang terjadi di PDN adalah Budaya dan akan berubah jika terjadi isolosi terhadap Budaya kekerasan tersebut■
No comments:
Post a Comment