teroueskan membina tabijah islamijah ini sesoai dengan peladjaran yang koe berikan(syekh sulaiman ar-rasully)

Saturday, March 03, 2007

BUDAYA POPULER MENGUBUR MINANGKABAU

BUDAYA POPULER MENGUBUR MINANGKABAU

Oleh: Muhammad Sholihin

(Anggota Forum Diskusi Surau Tuo Ar Rasuly-Padang)

Minangkabau sebuah nama yang tidak lagi asing Ditelinga manusia-manusia yang terpesona dengan keindahan dan kewibawaanya sebagai sebuah Negeri. Banyak sudah kisah yang terukir dari sejarah Minangkabau--roman kepahlawanan, keagamaan dan kebudayaan yang luhur lahir dari rahim Minangkabau.

Filosofi-filosofi hidup mempunyai kekuatan yang mampu menghidupkan jiwa yang kering serta mengerakkan tubuh yang lemah membesit dari bumi Minangkabau, seperti filosofi " Alam Takambang Jadi Guru" yang mampu mengerakkan seorang Tan Malaka melawan kolonialisme dan imperialisme-kapitalis di Era perjuangan. Di samping itu Rakyat yang berbudaya dan masyarakat yang ramah tamah menjadi himbauan yang mengharumkan Minangkabau.

Di sisi lain Cara pandang orang Minangkabau sangat kental dengan warna pemikiran yang radikal, sebab pada gholibnya orang minang dalam memandang sesuatu akan melibatkan pikiran yang mendalam dan meletakkan dialektika pikiran sebagai identitas diri dalam memaknai diri dan alam-Nya.

Namun hari ini Minangkabau terkubur dalam Perubahan zaman yang semangkin komplek serta Perkembangan teknologi informasi yang melewati batas-batas territorial (Territorial Over) dan perkembangan teknologi informasi ini menjadi sebuah keniscayaan yang melanda dunia pada umumnya dan ranah minang pada khususnya. Inilah yang sebut sebagai Digitalisasi Realitas yang dikonstruksi oleh globalisasi, dimana segala gerak dan prilaku didasarkan atas irrasionalitas materialistik, dalam kontek inilah sebenarnya Nietzsche mengatakan The End Of God (Kematian Tuhan), sebab dalam globalisasi nilai-nilai transenden akan digantikan oleh nilai-nilai temporer. Kalau kita korelasikan dengan kontek ini bagaimana dengan Minangkabau?akankah terkubur dalam ironi-ironi perubahan yang Mendistorsi nilai-nilai luhur dari minang itu sendiri?.

Sebagai sebuah mesin--globalisasi telah menjadikan ironi-ironi perubahan yang paradoks dan paradoks-paradoks tidak dapat ditolak bagi wilayah-wilayah yang Mengadopsi kultur-kultur yang ditawarkan oleh globalisasi ini. Dewasa ini Budaya atau kultur yang cukup menyesakkan dada sebagai orang minang ialah "orang-orang minang secara massif mengkonsumsi budaya populer", sehingga nilai-nilai luhur budaya dan nilai-nilai transenden telah digantikan oleh nilai-nilai materialistik dan serba instant.

Budaya Populer Mengubur Minangkabau

Perkembangan informasi dewasa ini telah melintasi batas-batas territorial. Kausalitasnya hampir tidak ada wilayah yang tidak tersentuh oleh Perkembangan informasi. perkembagan informasi telah menciptakan paradoks-paradoks dalam masyarakat dan budaya populer merupakan sebuah paradoks yang lahir dari rahim Perkembangan informasi (Information Growth) ini sendiri.

Secara factual Ranah Minang beberapa dekade ini telah dilanda oleh berbagai kontradiksi-kontradiksi yang melemahkan sendi-sendi Budaya minang. Kontradiksi-kontradiksi ini berupa perubahan kondisi geobudaya Minangkabau, perubahan geobudaya minang ini, aktualnya didorong oleh konsumsi massif masyarakat minang terhadap Budaya populer dalam kehidupan bermasyarakat, beragama dan berbudaya.

Menjadi pemandangan yang Lumrah, mode-mode yang ditiru oleh masyarakat Minang adalah imitasi-imitasi dari mode-mode yang diinformasikan oleh Perkembangan teknologi informasi--Cara anak muda minang berpakaian dan berprilaku, serta cara berpikir pejabat minang yang dangkal merupakan Budaya populer yang menjadi maenstream di Minangkabau hari ini.

Dan fenomena diatas dikonsumsi oleh hampir semua komponen masyararakat Minangkabau. Orang-orang minang hari ini sibuk mengimitasikan diri dengan objek-objek yang dikagumi, anak muda mengimitasikan diri dengan gaya selebriti, pejabat mengimitasikan dengan cara berpikir ala tokohnya--yang mementingkan manuver kekuasaan dibandingkan mengunakan kekuasaan itu sebagai sebuah media transformasi social.

Budaya luhur minang kini digantikan oleh Budaya yang berbasiskan meterialistik dan serba instant, nilai-nilai transenden dalam agama kini digantikan oleh nilai-nilai yang profan. Orang minang hari ini tidak lagi sangup mendefenisikan dirinya sebagai orang yang berpikir radikal dan kritis. Generasi muda kini malas berpikir radikal. Prilaku-prilaku yang mengimitasikan diri dengan objek kekaguman, kini mewarnai kehidupan di Minangkabau. Minangkabau hampir punah seiring tergantikannya nilai-nilai luhur Budaya minang oleh Budaya populer. Kausalitas dari semua ini adalah budaya populer akan mengubur Minangkabau, dimana kearifan Budaya dan filosofi Minangkabau kini digantikan oleh Vested Interest Budaya populer.

Ironis yang lebih parah dari Budaya populer adalah Budaya ini akan mengikis habis rasa kritis, kreatif yang dimiliki oleh orang Minang. Budaya Minang akan kehilangan arah (Anomaly Of Culture) seiring invasi Budaya populer, harus ada resistensi terhadap Budaya populer ini. Resistensi ini harus dilakoni oleh masyarakat minang dengan cara berpikir kritis dan kreatif sembari melakukan reposisi terhadap Budaya minang hari ini.

Budaya Populer Dan Industrialisasi Budaya

Yasraf Amir Piliang mendeteksi budaya popular sebagai "suatu jenis kebudayaan yang perkembangannya tidak bisa dipisahkan dari perkembangan industrialisasi, kapitalisme dan konsumerisme". Dalam hal ini budaya popular berkaitan dengan budaya massa (Mass Culture), budaya populer merupakan sebuah budaya yang diproduksi untuk masyarakat dengan motif industri dan digerakkan oleh hasrat untuk mengakumulasikan profit (Profit Desire).

Kalau kita amati praktek budaya populer telah menyentuh semua lapisan masyarakat dari level Grass Root sampai kalangan elit, sebutlah dari petani, buruh, pejabat, Ustad bahkan Kiai telah menjadikan budaya populer sebagai kebutuhan yang dikonsumsi secara massif. Praktek budaya populer di masyarakat tidak saja bersentuhan dengan prilaku, tetapi juga bersentuhan dengan cara berpikir populer yang ditandai dengan berpikir serba dangkal—berpikir yang mendahulukan penampilan (Performance) ketimbang isi (Content).

Penampilan yang dijadikan sebagai poros dari Pendefenisian diri, merupakan Modus Operandi-Nya Budaya Populer, lihat Gaya yang ditampilkan oleh sebagian Kiai mulai dari cara berpakaian, cara menuturkan pengajian merupakan Budaya Populer yang Dikombinasikan dengan wilayah-wilayah Agama, sebutlah model yang tawarkan oleh UJ, AA Gym atau kiai yang lainnya. Dalam kontek ini Harus kita pahami ketika Dakwah yang dikombinasikan dengan budaya populer merupakan sebuah budaya yang diproduksi yang berdasarkan Industrialisasi Budaya (Culture Manufacture) yang tanpa kita sadari telah mendistorsi nilai-nilai transenden agama dan mengantikannya dengan nilai-nilai materialistik.

Dalam kontek ini Budaya populer merupakan budaya yang diproduksi Oleh industri budaya yang ditujukan untuk melakukan akumulasi nilai (Baca. Profit) produksi dengan pendekatan-pendekatan budaya, bahkan mendorong terjadi perselingkuhan agama dengan nilai-nilai yang Profan. Dan budaya pupuler yang diproduksi oleh industri budaya secara alami yang mengantikan sakralitas dari agama dan budaya luhur yang selayaknya kita pertahankan■

No comments: