Realitas Sexual:Antara Poligami Dan Perselingkuhan
Oleh: Muhammad Sholihin
(Mahasiswa IAIN Imam Bonjol Padang)
Sex adalah politik, sebab hubungan laki-laki dan perempuan merupakan paradigma dari semua hubungan kekuasaan.
(Kate Millet)
Kasus poligami merupakan kasus klasik yang didedahkan dari realitas patriarkhi yang membatu ditengah-tengah hegomoni kekuasaan Laki-laki. Berwarna-warni argumen yang dikeluarkan untuk menjustifikasi praktek poligami, mulai dari alasan yang bertedensi agama sampai argumen yang bertedensi Statistik.
Alasan agama yang mengiring bolehnya praktek poligami harus dilihat secara proposional, karena secara hakiki Sunah Nabi SAW, adakalanya bertipikal Tab’iyah dan adakalanya bersipat Hukmiyah. Dan yang dimaksud dengan melihat secara proporsional pada kasus poligami adalah persfektif yang digunakan dalam menganalisis praktek poligami harus dilihat secara kontekstual. Agar perilaku poligami tidak Over Lapping dengan kondisi sosio-kultural.
Dan Lebih unik ketika argumen yang dilontarkan untuk melegitimasi praktek Poligami dengan mengatakan berpoligami itu adalah sesuatu yang paling adil untuk perempuan, sebab pemahaman akan Hadist yang mengatakan bahwa perbandingan antara laki-laki dan perempuan ialah 1:3, sehingga dengan berpoligami diharapkan bisa mengurangi kesenjangan antara kuantitas laki-laki dan perempuan. Padahal asumsi ini terbantahkan dengan data jumlah penduduk Indonesia tahun 2000 yang diperkirakan mencapai angka 206,264,595 jiwa. Dari jumlah tersebut, rasio antara penduduk laki-laki dengan perempuan adalah 100,6. Artinya, penduduk laki-laki di Indonesia lebih banyak 0,6% daripada perempuan. Rasio ini cenderung meningkat secara kontinu sejak sensus 1971. dalam ilmu genetik probabilitas kelahiran anak laki-laki dan perempuan adalah 1:1. Dengan mengasumsikan margin error dibawah 5%, maka tetap disimpulkan bahwa jumlah penduduk laki-laki dan perempuan adalah sama.
Akhir-akhir ini kasus poligami begitu mengegerkan bangsa Indonesia, hal ini didorong oleh perilaku AA Gym yang terkenal getol dengan ajarannya tentang rumah tangga sakinah dan menajemen Qalbu. Dan Seketika popularitas AA Gym musnah bagaikan Abu yang ditiup Angin. Bahkan pihak istanapun merasa gerah dengan perilaku kiai kondang ini sehingga presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi Ny. Ani Yudhoyono melakukan pertemuan khusus dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan, Meutia Hatta, guna memperbincangkan polemik ini.
Ditengah-tengah polemik poligaminya AA Gym masyarakat dikejutkan oleh skandal sexual Maria Eva dan Yahya Zaini, namun Aneh Publik tidak melihat skandal ini sebagai sesuatu yang patut dikritisi, padahal secara aktual antara poligami dan perselingkuhan kedua-duanya adalah realitas sexual. Yang membedakan poligami dan dan perselingkuhan adalah yang satu dilegitimasi dan yang satu lagi tidak dilegitimasi.
Kedua kasus ini disoroti dengan kuantitas yang berbeda, poligami AA Gym disoroti dalam persfektif kiai-nya dan perselingkuhan Yahya Zaini disoroti dalam Persfektif moral-nya.
Objek perselingkuhan dan Poligami adalah Tubuh dan Sex, sehingga memancing pertanyaan “apakah tubuh telah menjadi demikian sakral atau telah demikian rendah sehingga telah menjadi sebuah perdebatan dan memancing reaksi massa mulai masyarakat ditingkat Grass Root sampai pada level masyarakat Super Struktur bereaksi dengan memperdebatkan kedua kasus ini, layaknya perdebatan tentang entitas tuhan�.
Kasus sexualitas aktualnya merupakan kasus yang kompleks dan tidak sesederhana yang ditafsirkan kebanyakan orang. Sebab sexualitas melibatkan berbagai aspek mulai aspek kekuasaan sampai aspek kultural. Sexualitas menjadi tabu ketika massa mentabukan sexualitas tersebut, sebaliknya akan menjadi profan ketika massa memprofan-nya.
Dalam tradisi feminis poligami kadangkala diartikan sebagai sumber opresi terhadap perempuan, opresi ini terjadi ketika menjadikan tubuh perempuan sebagai Sign (tanda) bagi sexualitas, sehingga sex itu tidak dapat lagi dipisahkan dari politik, persis seperti yang dikatakan oleh Kate Millet “ sex adalah politik, sebab hubungan laki-laki dan perempuan merupakan paradigma dari semua hubungan kekuasaan�.
Dari cara pandang budaya memang menjadi jelas bahwa poligami merupakan proses dehumanisasi perempuan. Mengambil pandangan ahli pendidikan Freire, dehumanisasi dalam konteks poligami terlihat mana kala perempuan yang dipoligami mengalami self-depreciation. Mereka membenarkan, bahkan bersetuju dengan tindakan poligami meskipun mengalami penderitaan lahir batin luar biasa. Tak sedikit di antara mereka yang menganggap penderitaan itu adalah pengorbanan yang sudah sepatutnya dijalani, atau poligami itu terjadi karena kesalahannya sendiri
Sedangkan Dalam tradisi agama Poligami dilihat sebagai aspek yang pantas manjadi sebuah hal yang dijustifikasi walaupun dalam kontek tertentu. Sedangkan dalam Tradisi ekonomi Sex dan tubuh merupakan komoditas dan dipandang sebagai sumber ekonomi yang potensial untuk diterima sebagai justifikasi atas prostitusi tubuh.
Adanya reaksi massa terhadap kasus poligami persis reaksi massa Terhadap kasus perselingkuhan, berarti bisa kita pahami sebagai sebuah Signiper (pertanda) telah terjadinya transformasi akan makna poligami.
Kalau kita analisa berdasarkan pendekatan ekonomi kegelisahan kaum perempuan atas kasus poligami ini tidak terlepas dari sentimentil ekonomi, karena selama ini kita telah dikulturalkan untuk tergantung dalam wilayah ekonomi dibanding tergantung dalam wilayah tubuh. Hal ini diperkuat adanya Preference (kecenderungan) perempuan untuk berbagi keperkasaan suami, tetapi engan berbagi hak Lahir sebagai istri.
Setiap sesuatu keberpihakan akan menimbulkan kausal tergantung kecenderungan persfektif massa memandang kedua kasus ini, ketika massa cenderung mendeskreditkan poligami sebagai hal yang tabu maka prostitusi menjadi keniscayaan dari kecendrungan ini. Sebaliknya ketika massa publik mendeskreditkan perselingkuhan sebagai hal yang tabu maka, maka perempuan akan menjadi sesuatu yang patut di jaga dari eksploitasi ekonomi.
Rendah memang ketika sexualitas dijadikan sebagai sebuah alasan untuk menjustifikasi praktek poligami, namun disitulah terletak paradoksnya poligami sebagai sesuatu yang dijustifikasikan oleh agama.
teroueskan membina tabijah islamijah ini sesoai dengan peladjaran yang koe berikan(syekh sulaiman ar-rasully)
Thursday, December 14, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment