teroueskan membina tabijah islamijah ini sesoai dengan peladjaran yang koe berikan(syekh sulaiman ar-rasully)

Sunday, August 06, 2006

GENERASI INYIAK CANDUANG BANGKITLAH!

PENGURUS PB ASSOSIASI MAHASISWA AR-RASULY MENGHIMBAU KEPADA KAWAN MAHASISWA UNTUK MELAKUKAN GERAKAN BERSAMA GUNA !!MEWUJUDKAN EKSISTENSI GERAKAN KEAGAMAAN YANG TELAH DIBANGUN OLEH MAULANA KITA SYEKH SULAIMAN AR-RASULY: DALAM HAL INI PRESIDIUM AMR SUMBAR MEMFORMULASIKAN KEDUA POLA PERGERAKAN :
  1. GERAKAN INTELEKTUAL SEBAGAI BASIS TRANSFORMASI IJTIHAD INYIAK CANDUANG
  2. GERAKAN POLITIK SEBAGAI BASIS MEMBANGUN EKSISTENSI ALUMNI CANDUNG DALAM MENGOLAH INFORMASI DAN SUHU PERPOLITIK LEWAT JALUR-JALUR FORAML DI KAMPUS MAUPUN DI LUAR KAMPUS!!

SEBAGAI KENISCAYAAN KAMI MENGHIMBAU KEPADA SANAK-SANAK DIMANAPUN YANG SEMPAT MEMBACA BLOG INI AGAR!! MENGIRIM TULISAN KEPADA EMAIL : MSHOY84@YAHOO.COM

artikel:
(Pergulatan Ulama Tua dan Ulama Muda) BELAJAR MENGELOLA PERBEDAAN DARI ULAMA-ULAMA MINANGKABAU Oleh: Muhammad Sholihin
( sekretaris PB AMR sumatera barat)
Minangkabau dalam rentetan sejarah merupakan salah satu ranah yang mashur dengan gerakan politik dan pemikiran, sebagaimana yang diungkapkan oleh Djoier Muhammad dalam bukunya Memoar seorang Sosialis dimana “Gerakan Orang Minang Dalam sejarah Populer Dengan Gerakan Politik dan Keagamaan�, pendapat Djoier Muhammad ini aktualnya mengimplikasikan pentingnya revitalisasi sprite pergerakan di Ranah Minang sekarang dan pada masa depan dengan mengambil bentuk kedalaman kedua pola ini (gerakan politik dan keagamaan). Hal ini penting mengingat aktualisasi visi nagari “kembali ke surau�, telah menjadi sebuah keniscayaan, demi terwujudnya eksistensi tokoh-tokoh Minangkabau di kancah politik dan keagamaan baik level local maupun nasional. Disamping itu hal yang juga penting diwujudkan adalah mengadopsi prinsip mengelola perbedaan pendapat yang dipraktekkan oleh ulama-ulama Minang pada fase-fase sejarah pergerakan di masa silam dan sekaligus dijadikan sebagai sebuah inspirasi bagi ulama-ulama di Sumatera Barat sekarang dalam menyikapi dinamika keagamaan dan pilitik yang berkembang akhir-akhir ini. Dalam gerakan keagamaan ranah minang mempunyai khazanah yang tersendiri yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Khazanah ini dinilai sebagai sebuah dinamika gerakan keagamaan di ranah minang, khazanah dapat diterusuri dari tahun 1803 yang merupakan genetif dari gerakan kaum Paderi dan pada tahun 1916 merupakan pergulatan keagamaan antara ulama tua dan ulama muda. Pergerakan keagamaan di minangkabau pada fase-fase sejarah mesintesiskan pola-pola yang berbeda, seperti pada pola pergerakan kaum Paderi yang cendrung lebih ekstrim, hal ini disebabkan oleh karaktek tokoh-tokoh yang memotori pergerakan kaum Paderi cendrung Non-kooperatif, sehingga perang saudara antara kaum paderi dan adat tidak dapat dihindari, dalam hal ini Schrike menyatakan “gerakan paderi ini merupakan revolusi pemimpin agama yang kecewa di dalam masyarakat yang tidak memberinya tempat dan hirarki social�. Sedangkan karakter gerakan pada fase pergulatan antara ulama tua dan ulama muda sudah mengarah pada gerakan yang akomodatif, hal ini disebabkan pergulatan yang terjadi lebih mendekati gerakan yang bersifat elaborasi terhadap pemikiran keagamaan dan mengarah pada gerakan pengembangan pemahaman masyarakat muslim di Minangkabau. Namun demikian pada fase pergulatan antara ulama mudan dan ulama tua bukan berarti terhindar dari suasana tegang di dalam tubuh kedua kubu ini. Akan tetapi ketegangan yang terjadi antara kedua kubu ini ada sisi lain yang menarik untuk dikaji ulang yaitu prilaku tokoh pergerakan dalammengelola perbedaan pendapat, sehingga tipikal gerakan yang mereka lakukan concern pada serangan pemikiran (Ghazwul Fikr). Secara garis besar tokoh-tokoh kedua tokoh ini dapat di identifikasi sebagai berikut: kubu ulama muda terkabung di dalamnya Muhammad Jamil Jambek, Haji Abdul Karim Amrullah Dan Haji Abdul Ahmad, Serta Syekh Ibrahim Musa. Mereka ini merupakan murid dari Syekh Ahmad Khatib, sedangkan di kubu tua terkabung di dalamnya yaitu Syekh Sulaiman Ar-Rasuly, Syekh Jamil Jaho, Syekh Ahmad Khatib Padang Lawas. Dari dil gerakan kedua ini dapat dipahami bahwa kubu ulama muda terdiri dari ulama-ulama yang konservatife, dalam prakteknya kelompok ini mempunyai view oriented dan terpengaruh oleh konsep-konsep pembaharuan dari luar. Sebaliknya ulama tua lebih cendrung berpegang pada metode tradisional dan klasik, sehingga ulama tua ini dalam praksis gerakannya masih menfitalkan fungsi surau sebagai central dalam pengembangan agama Islam dan masyarakat Islam di Minangkabau. Embrio pertentangan ulama muda dan ulama tua di Minangkabau ini terakumulasi dari sebuah basis gerakan keagamaan yang dianut oleh masing-masing kubu ini. Ulama muda misalnya dalam memandang agama islam, ulama ini berpikir bahwa agama mesti dipisahkan dari pengaruh adat dan budaya atau menjaga keorisinilan agama islam lewat gerakan penghapusan sinkritisme dalam praktek keagamaan. Dan agama bagi mereka cendrung dipahami absolute dan sesuai dengan informasi literasi. Sehingga dari ideology ini mereka melakukan serangan yang sangat gencar terhadap ritus-ritus yang di amalkan oleh agama tua, seperti gerakan yang dipelopori oleh maestro ulama muda H. Abdul Karim Amrullah (Hamka) yang akan membrendel praktek Tareket Naksyahbandiyah, sebab dalam pandangan beliau tarekat ini tidak berdasarkan tradisi (Sunnah). Sedangkan Tafhim (pemahaman) ulama tua terhadap konsepsi agama islam lebih bersifat Inklusif dan dalam prakteknya cendrung lebih terbuka dalam menginterpretasikan dogma-dogma agama lewat metode yang lebih kopherensif, seperti menggunakan metode qiyas dalam menginstinbatkan hukum islam dan mempraktekkan ritus-ritus tarekat yang pernah dijalankan (tarekat Nakhsahbandiyah) oleh sahabat. Dan dalam hal menjalankan ritus-ritus agama, ulama tua ini lebih bersifat ketat sehingga sikap inilah yang menimbulkan kesan bahwa ulama tua agak sedikit orthodox. Pertentangan antara ulama muda dan ulama tua meletus pada tahun 1916 dan bersiklus pada ketegangan kondisi social. Namun dari situasi yang tegang ini tidak sampai memicu terjadinya konflik horizontal antara pendukung di masing-masing kubu. Hal ini aktualnya disebabkan oleh sikap arif yang dimiliki oleh masing-masing ulama yang berstatus sebagai mobolisator pada kedua kubu tersebut dalam menyingkapi kedua ini. Hal yang sangat mengesankan dari fenomena pertentangan ulama muda dann ulama tua ini adalah sikap mau menerima perbedaan sebagai sesuatu alamiyah yang terhujam di dalam diri ulama yang ada dikedua kubu tersebut. Hal ini teridentifikasi dari perilaku syekh ibrahim musa (ulama muda) dan sikap sulaiman ar-rasuly (Ulama tua) yang mau melakukan dakwah secara bersama-sama sebagai gerakan spontan untuk meredakan gerakan spontan yang terjadi. Sikap arif dalam menyingkapi perbedaan di segi memahami konsepsi keagamaan juga diperlihatkan oleh h.abdul karim amrullah dengan cara melayat ketika syekh sulaiman ar-rasuly wafat. Dari fenomena pertentangan ulama tua dan ulama muda ada beberapa prinsip yang dijalankan oleh ulama-ulama dikedua kubu ini dalam menyingkapi perbedaan persepsi keagamaan. Pertama: memandang perbedaan sebagai sunnatullah yang tidak dapat dihindari. Dalam hal ini dibutuhkan sebuah integritas dalam menyingkapi perbedaan agar tidak terjerumus dalam konflik horizontal yang akan merusak tatana social. Kedua: opensif terhadap perbedaan konsepsi keagamaan. Sikap yang kedua ini prinsipilnya berawal dari objektifitas dalam menilai pendapat ulama lain, seperti halnya yang dilakukan oleh Syekh Sulaiman Ar-Rasuly dan Syekh Ibrahim Musa. Ketiga: mendahulukan stabilitas social dalam mengelola sebuah konflik, sikap ini dapat kita pelajari dari prinsip ulama muda dan ulama tua dalam menghindari konflik horizontal yang disebabkan perbedaan memahami dogma agama. Keempat: memelihara sikap autokritik konstuktif terhadap pemikiran ulama lain, agar maqhasyid syari’ah dapat ditangkap lewat dinamika yang tercipta lewat proses saling mengkritisi dan memahami pendapat kelompok lain. Prinsip ini dapat dipahami dari sikap buya Hamka ketika mengkritk ritus-ritus yang dipraktekkan oleh ulama tua. Keempat prinsip yang diuraikan ini merupakan amunisi yang harus di adobsi oleh ulama-ulama di minangkabau pada zaman modern ini, agar sikap yang lahir dari atmosfer perbedaan dalam memahami agama tidak memicu chaos. Dan hikmah dibalik aktualisasi prinsip ini adalah sebuah harapan akan datangnya rahmat Allah SWT yang berawal dari perbedaan perspektif keagamaan. Dan siklus pada dinamika yang sehat dalam hal memahami ajaran-ajaran agama. Allahu A’Lamu Bis-Shawab.

4 comments:

Muhammad Sholihin said...

(sholihin)
sebagai pengurus AMR sumbar!!
mengucapkan terima kasih kepada mulyanti yang telah berkenan mendesain blog ini! jazakullah khairan jaza'
semoga blog ini menjadi central komunikasi bagi laskar-lasakar inyiak canduang!!!

Muhammad Sholihin said...

sebuah generasi yang tanguh adalah generasi yang mempunyai kapasitas untk beradaptasi!!ok

Anonymous said...

hidup adalah perjuangan!!!
mari membangun kembali..
wass

alfi asyura VII-1 MTI Candung

Anonymous said...

Hello

....Pluralisme & Multikulturalisme adalah -isme yang masuk dalam agenda Protokokol Zionis untuk Membunuh Kebenaran melalui Perang Pemikiran.

........

WASPADALAH dengan infiltrasi -isme -isme yang ingin umat ISLAM sesat dalam pemikirannya sendiri.

Thank You.